Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Markus Sumartomjon
JAKARTA. Upaya pengembang melobi Bank Indonesia (BI) menunda kebijakan yang melarang kredit pemilikan rumah (KPR) inden tidak membuahkan hasil. Mulai 30 September 2013, BI resmi mengatur bank hanya boleh menyalurkan KPR untuk rumah yang sudah seutuhnya jadi. Terutama untuk pembelinan rumah kedua dan seterusnya.
Poin ini tercantum dalam Surat Edaran Eksternal BI No. 15/40/DKMP tertanggal 24 September 2013, yang memberlakukan loan to value (LTV) progresif. Artinya, uang muka yang harus disiapkan untuk KPR rumah kedua atau lebih besar dibanding rumah pertama.
Budi Saddewa Sadewo, Direktur Utama PT Wijaya Karya Realty (Wika Realty) bilang pengembang akan kena dampak pelarangan KPR inden apabila hanya mengandalkan uang muka KPR untuk membiayai proyeknya. "Kami terpaksa memperbesar sumber pendanaan lain," ujarnya kepada KONTAN, Kamis (26/9).
Sumber pendanaan bisa berupa modal sendiri, kredit modal kerja, maupun kredit konstruksi. Selain itu, Wika Realty juga sudah punya rencana melantai di bursa pada 2015 mendatang. Makanya, Wika Realty tetap percaya diri bisa melanjutkan ekspansi bisnisnya.
Di Wika Realty sendiri, apabila dirata-ratakan, porsi transaksi yang memanfaatkan skema KPR cukup besar yakni sekitar 40%. "Rumah menengah bawah sangat tergantung dengan KPR, karena konsumennya adalah pemakai yang tidak punya cukup uang untuk membeli tunai," terang Budi.
Sementara itu Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi PT Intiland Development Tbk Archied Noto Pradono mengakui kekhawatiran akan terjadi penurunan penjualan pasti ada. Namun, Intiland tidak akan menunda ekspansinya karena melihat masih banyak orang yang berminat menanam investasi di properti.
Sayang, Archied belum bisa memaparkan strateginya lebih rinci karena masih menelaah peraturan.
Yang jelas, untuk proyek rumah di Intiland, sebanyak 80% transaksi dibiayai oleh KPR dan sisanya tunai. "Apartemen sebaliknya. Yaitu 80% tunai dan 20% KPR. Bahkan ada apartemen kami yang seluruhnya dibeli secara tunai," ujar Archied.
Setyo Maharso, Ketua Umum Persatuan Perusahaan RealEstate Indonesia (REI) juga khawatir pengembang kecil bakal sulit mendapat dana untuk bangun rumah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News