kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KRAS bidik produksi 10 juta ton baja


Rabu, 24 Mei 2017 / 10:21 WIB
KRAS bidik produksi 10 juta ton baja


Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. PT Krakatau Steel Tbk bakal mendongkrak produksi hingga tahun 2025 mendatang. Hal ini menyusul gencarnya program pemerintah dalam membangun infrastruktur, sehingga kebutuhan baja terus meningkat.

Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk Mas Wigrantoro Roes Setyadi menyampaikan, bakal ada kluster industri baja di Cilegon dengan total kapasitas sebesar 10 juta ton. "Kami akan bekerjasama dengan perusahaan baja Korea Posco dan juga Nippon Steel dari Jepang," ungkap dia, Selasa (23/5).

Saat ini, kapasitas produksi emiten berkode KRAS dengan PT Krakatau Posco mencapai 4,5 juta ton. Dengan beroperasinya pabrik Hot Strip Mill (HSM) 2 pada tahun 2019, maka akan ada tambahan kapasitas sebanyak 1,5 juta ton. Artinya, total kapasitas produksi meningkat menjadi 6 juta ton.

Wigrantoro menjelaskan, pendirian tambahan kapasitas produksi sebesar 4 juta ton menyedot investasi senilai US$ 4 miliar. Dana tersebut berasal dari kocek Krakatau Steel, Posco dan Nippon Steel. Dalam ekspansi produksi ini, KRAS menguasai saham sebanyak 30% saham di Krakatau Posco.

Nah, lewat rencana tersebut nantinya perusahaan pelat merah itu berharap menjadi pemilik saham mayoritas. "Targetnya Oktober ada equity agreement dengan Posco soal perubahan komposisi saham. Kami juga akan membicarakan dengan Nippon Steel," ungkap Wigrantoro.

Sebelumnya, Krakatau Steel bekerjasama dengan Nippon Stel, lewat PT Krakatau Nippon Steel Sumikin (KNNS), perusahaan manufaktur baja galvanized dan annealing serta PT Krakatau Osaka Steel (KOS), perusahaan manufaktur baja profil dan tulangan.

Di kedua perusahaan tersebut, KRAS memiliki saham masing-masing 20%. "Ini tidak hanya pembicaraan antarperusahaan, melainkan antarnegara. Harus ada pendekatan berbeda karena kami juga BUMN," pinta Wigrantoro.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan menyebutkan, kebutuhan baja kasar atawa crude steel nasional mencapai 14 juta ton. Namun kapasitas produksi nasional hanya 8 ton. Tak ayal, kudu impor baja kasar sebesar 6 juta ton untuk menambal kekurangan pasokan.

Celakanya, jika tak ada penambahan produksi, maka defisit atas pasokan bisa mencapai 8,9 juta ton pada tahun 2020. Bahkan bisa membengkak menjadi 15,9 juta ton di 2025. Sebab terjadi oversupply baja di Tiongkok yang berakibat banjir impor baja. "Mahalnya biaya investasi dan minim teknologi juga membuat baja lokal sulit bersaing," keluh Suryawirawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×