kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Krisis keuangan Evergrande, bagaimana dampaknya ke sektor properti Indonesia?


Selasa, 28 September 2021 / 20:58 WIB
Krisis keuangan Evergrande, bagaimana dampaknya ke sektor properti Indonesia?
ILUSTRASI. Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida meyakini, efek langsung terhadap industri properti di Indonesia tidak akan banyak.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa waktu ini dunia dihebohkan dengan krisis yang melilit Evergrande, perusahaan properti raksasa dari China yang memiliki utang fantastis hingga US$ 300 miliar atau sekitar Rp 4.277 triliun. Risiko gagal bayar Evergrande dikhawatirkan mengguncang stabilitas keuangan China maupun global.

Di sektor properti, pemerintah China pun telah merumuskan kebijakan "three red lines (tiga garis merah)" untuk mengurangi risiko tingkat utang dari sektor ini. Di tengah kondisi krisis Evergrande dan kerawanan industri properti di China, lantas, bagaimana dampaknya terhadap industri properti di Indonesia?

Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida meyakini, efek langsung terhadap industri properti di Indonesia tidak akan banyak. Totok lebih mewaspadai efek domino dari krisis Evergrande terhadap ekonomi China, bahkan global, yang pada gilirannya bisa berdampak pada ekonomi Indonesia. Jika efek domino terjadi, sektor properti pasti akan turut tertampar.

"Kalau kita bicara pengaruh, pasti ada, tapi semoga tidak banyak dari efek dominonya. Kalau di China krisis ini tidak ditangani dengan tepat, ekonomi terdampak, pembelian barang-barang ekspor dari Indonesia akan berkurang, otomatis mempengaruhi ekonomi Indonesia," kata Totok saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (28/9).

Baca Juga: Ada potensi gagal bayar Evergrande, begini respons pasar domestik menurut Bahana TCW

Namun, dia memperkirakan, efek domino dari Evergrande ini tidak akan sebesar seperti yang terjadi saat krisis Lehman Brothers pada tahun 2008. Selain dari segi nilai utang yang berbeda, bisnis Evergrande yang dominan di sektor properti lebih memiliki aset yang bernilai. Berbeda dengan Lehman Brothers yang hanya bermodalkan surat utang.

Selain itu, penanganan krisis di Amerika Serikat (AS) dan China diprediksi tak akan sama. Berbeda dari paham ekonomi pasar bebas ala AS, Totok meyakini kebijakan sosialis dari China akan lebih melakukan proteksi. Menurutnya, kebijakan penyelamatan krisis dari pemerintah China akan menjadi penentu.

"Kalau dulu Lehman Brothers dampaknya besar karena yang dilakukan kan hanya "kertas", janji perputaran uang. Beda juga dengan pabrik, selama nggak produksi ya nol. Tapi kalau ini (Evergrande) kan properti, jadi ada aset, punya value yang hampir tidak mengalami penyusutan. Jadi domino effect yang timbul tidak akan sebesar Lehman Brothers. Sekarang gimana cara penanganan oleh pemerintah China," kata Totok.

Totok juga berpandangan, proyek-proyek properti yang sedang ikut digarap pengembang China, akan terus berlanjut. Berbeda dengan pasar properti di China, Totok menekankan bahwa pangsa pasar properti di Indonesia masih sangat besar. 

Jika proyek properti terutama perumahan mangkrak, maka itu justru akan semakin membawa dampak negatif bagi likuiditas dan investasi perusahaan. "Tidak ke arah situ, jadi tetap jalan dong (proyek properti). Indonesia pasarnya masih besar, kalau ditinggalkan dalam kondisi masih membangun, likuiditas dan investasi mereka jadi jelek," kata Totok.

Baca Juga: Bagini dampak krisis utang Evergrande bagi China, AS, hingga Eropa




TERBARU

[X]
×