Sumber: Kompas.com | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pengamat energi Kurtubi menilai pengusaha pertambangan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) berupaya menghindari kewajiban hilirisasi dengan mengajukan uji materi atas pasal 102 dan 103 Undang-undang No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dalam UU Minerba itu kan diamanatkan hilirisasi kan kewajiban, tapi mereka mau ngeles," kata Kurtubi kepada Kompas.com, Rabu (12/3/2014).
Menurutnya, jika pengusaha tambang memiliki itikad baik untuk membangun pabrik pemurnian bijih mineral (smelter), hal tersebut tidak akan merugikan. Sebaliknya, pembangunan smelter justru menguntungkan pengusaha tambang.
Sebagai informasi, Januari lalu, Apemindo telah melakukan Permohonan Uji Materi Pasal 102 dan 103 Undang-Undang Mineral dan Batubara, dengan perkara No.10/PUU-XII/2014. Pasal-pasal tersebut mengatur kewajiban pemegang IUP (Ijin Usaha Pertambangan) dan IUPK (Ijin Usaha Pertambangan Khusus) untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan / atau batu bara, serta wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.
Apemindo menilai, pasal-pasal tersebut di atas tidak bisa diartikan sebagai larangan ekspor bahan mineral mentah, sehingga pengaturannya inkonstitusional. Judicial review yang dilayangkan Apemindo ke MK mendapat tanggapan dari kelompok masyarakat.
Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Tambang mendaftarkan gugatan intervensi terhadap Permohonan Uji Materi Undang-Undang Minerba yang dimohonkan Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketua Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHSC), Gunawan, saat dikonfirmasi Kompas.com, menilai tidak ada alasan pengusaha tambang untuk tidak membangun smelter. Pasalnya, industri pertambangan merupakan industri padat modal. (Estu Suryowati)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News