kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lahan minim, Intiland bangun mixed-use


Senin, 07 April 2014 / 07:07 WIB
Lahan minim, Intiland bangun mixed-use
ILUSTRASI. Film superhero Satria Dewa: Gatotkaca, salah satu film Indonesia terbaru di Netflix yang berhasil menempati peringkat teratas top film Netflix hari ini.


Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Anastasia Lilin Yuliantina

JAKARTA. Sadar cadangan lahan alias landbank di tengah kota menipis, PT Intiland Development Tbk. pasang strategi dengan fokus menggarap mixed-use dan high rise. Bukti keseriusan perusahaan tercermina dari alokasi 79% dari total belanja modal atau capital expenditure (capex) untuk jenis properti ini.


Total capex perusahaan berkode DILD di Bursa Efek Indonesia ini tahun 2014 adalah Rp 1,8 triliun - Rp 2 triliun. Itu berarti alokasi untuk mixed-use dan high rise Rp 1,42 triliun - Rp 1,58 triliun. "Mixed-use dan high rise bisa menjadi solusi mengatasi kendala lahan di tengah kota,” aku Archied Noto Pradono, Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi Intiland Development, belum lama ini.


Ada dua proyek mixed-use yang akan mulai dibangun tahun ini, yakni 1 Park Avenue di Jakarta dan Praxis di Surabaya, Jawa Timur. Plus, melanjutkan Aeropolis yang berada di dekat Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten.


Sementara, sisa capex akan dialokasikan untuk tiga jenis properti lain. Pertama, 14% dari capex atau Rp 252 miliar - Rp 280 miliar untuk kawasan perumahan. Beberapa proyek perumahan seperti Serenia Hills di Jakarta, Talaga Bestari di Tangerang dan Graha Natura di Surabaya.


Kedua, 3% dari capex atau Rp 54 miliar - Rp 60 miliar untuk kawasan industri. Contoh proyek Ngoro Industrial Park di Mojokerto, Jawa Timur.


Ketiga, 4% dari capex atau Rp 72 miliar - Rp 80 miliar untuk hospitality. Melalui anak usaha, PT Intiwhiz International, Intiland akan menambah tujuh hotel baru tahun ini. Lokasi yang dipilih antara lain Jakarta, Bogor, Cikarang, Balikpapan dan Manado.


Pembangunan hotel bukan tanpa alasan. Mayoritas pendapatan perusahaan 2013 atau 88,74% berasal dari pendapatan pengembangan (development income). Alhasil hanya 10,9% yang berasal dari pendapatan berkelanjutan (recurring income). "Kami punya target meningkatkan pendapatan berkelanjutan dengan menambah gedung perkantoran dan perluasan jaringan hotel Intiwhiz,” kata Archied beralasan.


Asal tahu saja, dari total pendapatan 2013 yang sebesar Rp 1,51 triliun, penjualan perumahan masih menyumbang terbesar, yakni 40,45%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×