kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.896.000   -8.000   -0,42%
  • USD/IDR 16.779   21,00   0,13%
  • IDX 6.369   106,29   1,70%
  • KOMPAS100 923   27,30   3,05%
  • LQ45 724   17,33   2,45%
  • ISSI 198   4,51   2,33%
  • IDX30 378   6,29   1,69%
  • IDXHIDIV20 458   7,62   1,69%
  • IDX80 105   3,28   3,22%
  • IDXV30 111   4,56   4,28%
  • IDXQ30 124   1,83   1,50%

Lebih 70.000 Orang Kehilangan Pekerjaan pada 2024,Ancaman PHK Masih Berlanjut di 2025


Minggu, 09 Februari 2025 / 20:33 WIB
Lebih 70.000 Orang Kehilangan Pekerjaan pada 2024,Ancaman PHK Masih Berlanjut di 2025
ILUSTRASI. Pekerja formal bergegas menuju tempat kerjanya usai menggunakan moda transportasi publik di Jakarta, Kamis (10/10/2024). Menurut data Kementerian Tenaga Kerja, sejak awal tahun hingga akhir September 2024 jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) telah menyentuh angka 52.993. Salah satu faktor penyebab tingginya angka PHK tersebut adalah perusahaan tidak mampu bertahan dalam kompetisi bisnis, ekspor menurun, dan situasi global yang tidak menentu. (KONTAN/Cheppy A. Muchlis)


Reporter: Dimas Andi | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan masih menjadi momok menakutkan di berbagai sektor industri memasuki awal 2025.

Tren negatif ini sebenarnya telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Merujuk data Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), sepanjang Januari - Desember 2024 terdapat 77.965 orang tenaga kerja yang ter-PHK. Jumlah ini meningkat dibandingkan PHK karyawan tahun 2023 yang menyasar 64.855 unit.

DKI Jakarta menjadi provinsi dengan jumlah PHK karyawan terbanyak pada 2024 yaitu 17.085 orang pekerja. Setelah itu diikuti oleh Jawa Tengah sebanyak 13.130 orang dan Banten sebanyak 13.042 orang.

Baca Juga: Indef: 90% Lebih Warganet Khawatir Soal Isu PHK Massal, Daya Beli Bisa Turun

PHK karyawan bahkan turut menghantam dua lembaga penyiaran lembaga terkemuka yakni TVRI dan RRI. Sejumlah karyawan di TVRI dan RRI dikabarkan mengalami PHK yang disinyalir sebagai imbas efisiensi anggaran kementerian/lembaga (K/L) 2025.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Ristadi mengaku, pihaknya sudah mendengar isu PHK karyawan yang terjadi di TVRI dan RRI. "Namun, kami belum mendapat laporan detailnya," kata dia, Minggu (9/2).

Sementara itu, Koordinator Advokasi Kebijakan Nasional Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) Guruh Dwi Riyanto bilang, pihaknya belum memperoleh laporan soal PHK karyawan di TVRI dan RRI. Namun, jika benar yang terjadi demikian, Sindikasi sangat menyayangkan keputusan yang diambil oleh kedua lembaga penyiaran publik tersebut.

Baca Juga: eFishery Stop Operasional dan Bakal PHK Massal Karyawan, di Tengah Dugaan Fraud

Sindikasi berharap PHK tersebut dilakukan dengan cara yang patut dan sesuai dengan hukum ketenagakerjaan. "Setiap pekerja yang mengalami PHK harus mendapatkan kompensasi dan hak-haknya sebagaimana diatur dalam undang-undang," ujar dia, Minggu (9/2).

Meski tidak memiliki data resmi, Sindikasi menilai bahwa tren PHK di industri media meningkat terutama setelah UU Cipta Kerja diberlakukan. PHK ini terjadi baik di perusahaan media besar, menengah, hingga rintisan.

Sebelum TVRI dan RRI, perusahaan penyiaran lainnya yaitu ANTV juga melakukan PHK karyawan untuk salah satu divisinya pada Desember 2024. 

Selain media, Ristadi menyebut gelombang PHK karyawan banyak terjadi di sektor industri padat karya seperti tekstil dan produk teksti (TPT), elektronik, ritel offline, otomotif, bahkan perbankan juga tak luput dari tren tersebut. Di samping penurunan kinerja di masing-masing sektor, peralihan teknologi juga membuat kebutuhan tenaga kerja berkurang. 

Ristadi juga mengaku, sulit bagi KSPN untuk memperoleh data PHK karyawan yang utuh. Sebab, tidak semua perusahaan mau mengungkap data tersebut. Alasannya, peristiwa PHK karyawan bisa mempengaruhi perusahaan yang bersangkutan ketika hendak mengakses kredit perbankan atau ketika bernegosiasi dengan calon buyer.

"Bank atau buyer lebih memprioritaskan perusahaan yang sehat, misalnya tidak ada PHK karyawan atau penurunan utilisasi mesin produksi," ungkap dia.

Untuk menekan risiko PHK karyawan, KSPN berharap investasi baru yang menyerap banyak tenaga kerja terus bermunculan tahun ini, di samping modernisasi perusahaan-perusahaan yang sudah ada. 

KSPN juga meminta pemerintah memastikan harga energi yang kompetitif dan penghentian atas importasi produk ilegal yang bisa merugikan pelaku usaha, sehingga mereka terpaksa melakukan PHK karyawan.    

Baca Juga: Kurangi Jumlah Pekerja, Ricky Putra (RICY) Akui Industri Tekstil Masih Terguncang

Selanjutnya: Dirjen Anggaran Terjerat Kasus Jiwasraya, Pengamat : Rendahnya Mekanisme Pengawasan

Menarik Dibaca: 10 Makanan yang Sehat bagi Penderita Diabetes agar Tubuh Tidak Lemas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×