kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Mandatori biodiesel 20% sulit terwujud


Jumat, 13 Oktober 2017 / 05:54 WIB
Mandatori biodiesel 20% sulit terwujud


Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Energi Nasional menyatakan mandatori biodiesel sebesar 20% (B20) ternyata sulit berjalan seluruhnya. Padahal aturan soal campuran biodiesel ke bahan bakar umum (BBM) untuk transportasi sudah ada sejak tahun 2015.

Mandatori B20 ini tertuang dalam Permen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 12/2015. Di dalamnya mengatur mengenai tahapan kewajiban minimal pemanfaatan biodiesel sebagai campuran bahan bakar minyak.

Untuk usaha mikro, perikanan, pertanian, transportasi, transportasi non public service obligation (PSO) atau penugasan, pelayanan umum, industri, dan komersial diwajibkan penerapan mandatori 15% (B15) pada April 2015, B20 pada Januari 2016, dan B30 pada Januari 2020. Di sektor pembangkit listrik wajib menerapkan B25 pada April 2015. Sementara itu untuk penerapan B30 diharuskan pada Januari 2016.

Menurut Anggota Dewan Energi Nasional Syamsir Abduh, penerapan B20 untuk sektor otomotif atau mobil penumpang relatif tidak mengalami banyak kendala. Justru pemanfaatan B20 untuk alat-alat berat yang banyak mengalami hambatan.

Pasalnya penggunaan B20 dalam kendaraan alat-alat berat membuat biaya perawatan menjadi membengkak, karena harus mengganti komponen mesin lebih sering. Bahkan sektor alutsista dan lokomotif telah mengajukan keberatan untuk menerapkan kebijakan B20 tersebut.

Melihat masalah ini, Sidang Anggota DEN mengusulkan penerapan B30 tahun 2030 ditunda. "Sebelum B30 diterapkan perlu standar operasional prosedur (SOP) melalui SNI atau yang lain," jelasnya dalam konferensi pers, Kamis (12/10) di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta.

Anggota Dewan Energi Nasional Sony Keraf menyatakan, kajian ini akan melibatkan pelaku sektor otomotif agar ada persiapan dari sisi mesin kendaraan. Dewan Energi Nasional juga ingin melibatkan Kementerian Keuangan agar bisa memberi insentif fiskal, serta melibatkan Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Itu untuk memastikan agar di jangka panjang ketika dunia otomotif sudah siap untuk mesin, maka di sisi pasokannya juga. "Makanya KLHK dan Kemtan juga siap pada saatnya," kata Sony.

Lalu penerapan bioetanol sebesar 5% mulai Januari 2016 dan 10% tahun 2020 di sektor usaha mikro, perikanan, pertanian, transportasi, dan pelayanan umum juga susah berjalan. "Kami minta Pertamina menyiapkan nozzle untuk Bio Pertamax, agar kebijakan ini jalan," kata Syamsir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×