Reporter: Noverius Laoli | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk keluar dari pemufakatan Paris climate change agreement cukup mengejutkan. Padahal hampir 200 negara telah menandatangani kesepakatan mengurangi kenaikan temperatur bumi dengan mengurangi ketergantungan terhadap high-carbon energy dan minyak bumi, termasuk Indonesia.
Kebijakan itu tidak saja mengkhawatirkan nasib pemanasan global, tapi juga ekspor produk biodiesel Indonesia ke Negeri Paman Sam tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia (Aprobi) Master Parulian Tumanggor mengatakan dengan keluarnya AS dari Konferensi Para Pihak (COP) ke-22 untuk Perubahan Iklim di bawah payung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), maka negara ini sudah tidak lagi peduli dengan biodiesel.
"Mereka akan menggunakan minyak yang mereka miliki semaksimal mungkin tanpa harus mencampurnya lagi dengan biodiesel untuk penurunan emisi," ujar Tumanggor, akhir pekan lalu.
Ia menjelaskan, kebijakan ini merupakan pukulan bertubi-tubi terhadap produk biodiesel. Pasalnya, sekarang ini saja, penjualan biodiesel Indonesia ke AS sudah dipersulit dengan adanya tuduhan dumping. Kebijakan mempersulit ekspor biodiesel Indonesia ke AS dinilai sebagai strategi perang dagang.
Sebab dalam dua tahun terakhir, ekspor biodiesel Indonesia ke AS meningkat drastis dan menguasai sekitar 5,1% pangsa pasar biodiesel AS. Kondisi ini makin mengkhawatirkan para produsen minyak nabati lainnya di AS karena kalah bersaing dengan biodiesel asal Indonesia yang harganya lebih murah.
Kendati demikian, Tumanggor mengatakan kebijakan Trump ini belum tentu dilaksanakan negara-negara bagian di AS. Bila 50 negara bagian di AS tidak menerapkan kebijakan Trump, maka peluang ekspor biodiesel masih cukup besar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News