kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.951.000   -8.000   -0,41%
  • USD/IDR 16.304   -11,00   -0,07%
  • IDX 7.533   43,20   0,58%
  • KOMPAS100 1.070   7,34   0,69%
  • LQ45 793   -2,68   -0,34%
  • ISSI 254   0,66   0,26%
  • IDX30 409   -1,29   -0,31%
  • IDXHIDIV20 467   -2,82   -0,60%
  • IDX80 120   -0,30   -0,25%
  • IDXV30 124   0,09   0,07%
  • IDXQ30 131   -0,56   -0,43%

Marketplace Toco Hindari Strategi Bakar Duit, EBITDA Ditargetkan Positif Tahun Ini


Minggu, 10 Agustus 2025 / 05:50 WIB
Marketplace Toco Hindari Strategi Bakar Duit, EBITDA Ditargetkan Positif Tahun Ini
ILUSTRASI. Warga menggunakan perangkat elektronik untuk berbelanja daring di sebuah situs di Jakarta, Senin (24/6/2024).


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah fenomena banyak seller mulai meninggalkan paltform marketplace besar beban biaya yang kian berat, mulai dari komisi, biaya layanan, hingga promosi yang menggerus margin, platform pendatang baru justru mengalami hal sebaliknya. 

Marketplace Toco yang baru berusia sekitar satu tahun tercatat mengalami pertumbuhan pengguna aktif bulanan. Saat ini, jumlahnya telah mencapai sekitar 1 juta lebih.  Sementara jumlah merchant yang sudah bergabung di platform ini mencapai sekitar 150.000.

Founder & CEO Toco, Arnold Sebastian Egg, menilai pesatnya pertumbuhan Toco tak lepas dari kondisi e-commerce yang kian tidak sehat. Menurutnya, jualan online seharusnya memberi margin lebih besar dibanding toko fisik karena efisiensi operasional. Namun kini, beban biaya dari platform justru menggerus keuntungan seller.

Toco hadir untuk mengembalikan logika awal e-commerce: membuat jualan online benar-benar lebih menguntungkan. Berbeda dari marketplace yang fokus mengejar transaksi, Toco memprioritaskan merchant. “Yang mencari, menyediakan, dan menjaga kualitas produk adalah merchant. Jika mereka tak dibebani biaya besar, harga jual akan lebih terjaga,” kata Arnold, Rabu (6/8).

Baca Juga: Penjual di Marketplace Terkena Biaya Tambahan

Arnold sendiri bukan pendatang baru. Ia adalah pendiri Tokobagus, pionir marketplace Indonesia, yang kemudian menjadi OLX. Toco awalnya hanyalah rencana cadangan, namun gelombang kekecewaan seller terhadap platform besar mempercepat peluncurannya. Tanpa iklan, penjual di Toco sudah melihat peningkatan penjualan.

Mengusung konsep e-commerce berbasis komunitas, Toco memfasilitasi interaksi dan kolaborasi dari berbagai kelompok—mulai komunitas kuliner hingga pelari. Banyak UMKM beralih karena biaya di marketplace besar kian berat, ditambah aturan pajak baru.

Toco menerapkan konsep zero fee. Platform ini hanya dikenakan biaya flat Rp 2.000 per checkout mulai 12 Agustus 2025, berapa pun jumlah toko atau barang dalam satu transaksi.

Sebagai komitmen jangka panjang, Toco memberi “sertifikat 0% seumur hidup” bagi merchant.  Arnold bilang sertifikat ini jadi bukti nol biaya admin bukan sekadar janji, tetapi solusi nyata tanpa mengandalkan subsidi investor.

Baca Juga: Pajak E-Commerce Resmi Disahkan, idEA Soroti Tantangan Teknis & Kesiapan Marketplace

Untuk mendukung operasional, Toco telah bekerja sama dengan Pos Aja, JNE, SiCepat, AnterAja, Paxel, J&T, dan Gosend. Di sisi pembayaran, platform ini terhubung dengan bank nasional, e-wallet, dan QRIS.

Tak Kejar Angka

Arnold tidak menetapkan target jumlah pengguna Toco karena menilai hal itu akan membuat perusahaan hanya fokus mengejar angka. Ia menilai banyak startup terjebak kesalahan serupa, mengorbankan strategi demi memenuhi target. “Fokus Toco tahun ini adalah mencapai EBITDA positif dengan biaya flat Rp 2.000 per checkout.” ujarnya.

Meski saat ini belum menghasilkan pendapatan, volume transaksi yang ada sudah cukup untuk membuat Toco positif dalam beberapa bulan ke depan hanya dengan biaya Rp 2.000 per checkout. Arnold memilih strategi memperoleh sedikit komisi dari banyak pengguna karena lebih berkelanjutan dan minim risiko.

Toco menghindari pendanaan dari venture capital (VC) dan strategi bakar uang yang dianggap sudah tidak relevan. Menurut Arnold, dana VC sejatinya adalah pinjaman mahal dengan ekspektasi pengembalian hingga 10 kali lipat dalam lima tahun, sehingga mendorong kenaikan biaya layanan di berbagai platform.

Sejak setahun diluncurkan, Toco tumbuh tanpa biaya pemasaran besar dan awalnya lewat uji coba di komunitas. Dalam dua bulan terakhir, pengguna aktif bulanan melonjak seiring keluhan merchant terhadap biaya tinggi di e-commerce lain. Pertumbuhan ini organik, konsisten, dan sulit dihentikan.

Baca Juga: Badai PHK Mengancam Marketplace

Bagi Arnold, pertumbuhan stabil dari nol lebih sehat daripada cepat membesar lalu merosot. "Prinsipnya, bisnis digital harus berbasis ekonomi sehat. Jika pengeluaran besar maka harus ada cara menutupinya," imbuhnya.

Ke depan, Toco tetap terbuka pada pendanaan, tetapi hanya dari investor yang selaras dengan visi jangka panjang perusahaan. Pendanaan bagi Arnold bukan sekadar modal, melainkan kemitraan strategis. Ia bilang, selama pertumbuhan berjalan baik, branding lewat penggalangan dana belum menjadi prioritas.

Secara operasional, Toco dikelola efisien oleh 40 orang di bawah naungan Sprout Digital, induk perusahaan yang membangun berbagai produk digital.

Selanjutnya: 12 Cara Menurunkan Angka Kolesterol yang Tinggi secara Alami

Menarik Dibaca: 12 Cara Menurunkan Angka Kolesterol yang Tinggi secara Alami

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×