kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Mau impor, harus investasi bibit sapi


Rabu, 21 Agustus 2013 / 07:35 WIB
Mau impor, harus investasi bibit sapi
As'ad Mahdi, Ekonom Samudera Indonesia Research Initiative dan Archie Flora Anisa ,Ekonom Universitas Indonesia


Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Fitri Arifenie

JAKARTA. Pemerintah terus bergumul dengan masalah terkait daging yang mahal. Jika Kementrian Perdagangan (Kemdag) tengah membahas diberlakukannya referensi harga untuk menentukan perlu tidaknya impor, kini Kementerian Pertanian ingin agar importir sapi wajib melakukan investasi di bidang pembibitan sapi yang bersertifikat di dalam negeri. Dengan demikian industri peternakan sapi di dalam negeri juga diperkuat.


"Silahkan Kemdag fokus mengatur harga. Kami akan bekerja sesuai dengan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) kami di produksi," kata Syukur Iwantoro, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam wawancara dengan KONTAN di kantornya, Senin (19/8).


Menurut Syukur, usulan ini sedang digodok oleh Kemtan dan akan dibawa ke rapat koordinasi (rakor) pangan di kantor Kementrian Perekonomian.
Sekedar catatan. Belakangan ini Kemdag mengijinkan impor sapi siap potong sebagai langkah darurat mengatasi harga daging yang mellonjak.

Sebelumnya, impor sapi hanya boleh dalam wujud sapi bakalan untuk digemukkan selama 3-4 bulan sebelum dipotong.


Kebijakan wajib investasi pembibitan sapi ini, kata Syukur akan meningkatkan populasi sapi di dalam negeri. Meski tak menyebutkan angka, Syukur bilang investasi di pembibitan sapi masih sedikit dibandingkan dengan investasi penggemukan sapi.


Ia khawatir, kebijakan pembukaan keran impor dengan referensi harga akan memukul peternak lokal. Dan, meski pintu impor dibuka selebar-lebarnya, nyatanya harga daging sapi di pasar sulit turun.


Syukur menceritakan, tingginya harga daging sapi lokal karena panjangnya mata rantai distribusi daging. Ia mencontohkan, daging sapi di wilayah Nusa Tenggara Barat sebesar Rp 24.000 per kilogram (kg) bobot hidup. Sampai di Jakarta, harga bisa melambung menjadi Rp 37.000 per kg bobot hidup.


Celakanya, hal ini diikuti oleh daging sapi impor. Padahal harga daging sapi impor seharusnya lebih murah ketimbang harga daging sapi lokal. Apalagi, rantai distribusi daging sapi impor lebih pendek dibandingkan dengan sapi lokal. "Makanya yang harus diperbaiki adalah tata niaganya," kata Syukur.


Untuk itu, Kemtan sedang mencoba untuk memangkas rantai tata niaga distribusi sapi potong dan daging. Selama ini, peternak menjual sapi ke pengepul. Dari pengepul dibawa ke pasar hewan, kemudian baru di bawa ke luar pulau. Dari pelabuhan, sapi tidak langsung masuk Rumah Potong Hewan (RPH) tetapi harus lewat feedloter lokal ataupun pengepul besar sapi siap potong. Baru dari RPH, daging sapi sampai ke pasar.


"Praktek ini kan berlangsung selama bertahun-tahun, jadi tidak mudah," katanya.


Kemtan mencoba untuk memangkas, supaya peternak langsung menjual sapi siap potong langsung ke RPH modern. Pihak RPH langsung jual ke distributor daging. Sedangkan pasar hewan hanya diperuntukan untuk jual bibit sapi. "Uji coba baru dilakukan di Jawa Timur dua tahunan ini," kata Syukur.


Terhambat lahan


Toh untuk merealisasikan gagasan wajib investasi pembibitan sapi juga tidak mudah. Menurut Syukur, salah satu persoalan utama adalah lahan. Artinya, investor pembibitan sapi harus memiliki lahan yang cukup. Pasalnya, untuk investasi pembibitan sapi dibutuhkan padang pengembalaan dengan skala luas. Sementara mencari lahan luas bukan persoalan gampang. Wilayah yang cocok untuk investasi pembibian sapi adalah Papua dan Nusa Tenggara.


"Namun, seringkali lahan ini terganjal dengan tanah adat, tanah kerajaan ataupun tanah keluarga," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×