Reporter: Agus Triyono, Pratama Guitarra | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Status PT Freeport Indonesia kian membingungkan! Jika pekan lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengatakan status Freeport Indonesia dan Amman Mineral Nusa Tenggara sudah berstatus izin usaha pertambangan khusus (IUPK) atas permintaan perusahaan sendiri, eh kini berubah lagi. (Kontan, Sabtu 11 Februari)
Freeport Indonesia mengaku tak bisa menerima putusan sepihak atas perubahan statusnya dari kontrak karya ke IUPK. Ini lantaran belum ada kepastian sistem perpajakan atas permintaan perusahaan ini yakni tetap menganut nail down alias tak mengikuti ketentuan aturan yang berlaku serta kepastian operasi hingga 2041.
Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama mengungkapkan, Freeport akan mengubah status menjadi IUPK asal ada perjanjian stabilitas investasi dan kepastian fiskal dan hukum yang sama dengan kontrak karya. "ni sangat penting untuk rencana investasi jangka panjang Freeport," ujarnya ke KONTAN, Senin (13/2).
Lantaran syarat itu belum dipenuhinya, kata Riza, Freeport tak sepakat berubah status menjadi IUPK. "Sampai saat ini belum ada kesepakatan," tandas Reza. Meski begitu, Freeport mengaku akan terus bekerja sama dengan Pemerintah untuk mencapai kesepakatan.
Freeport juga belum akan mengajukan kuota ekspor. Konsekuensinya sejak 10 Februari, produksi tambang bawah tanah Freeport berhenti "Produksi konsentrat sudah kami setop," tandasnya. Sayangnya Riza belum memiliki data, besaran konsentrat yang ada di stock pile saat ini.
Sekretaris Hubungan Industrial Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Freeport Tri Puspital mengaku masih menunggu keputusan manajemen atas nasib produksi Freeport, apakah akan diliburkan atau dirumahkan. "Saat ini kita tetap masuk kerja, tapi tidak ngapa-ngapain, masih menunggu keputusan manajemen apakah akan diliburkan atau dirumahkan sementara," ujarnya, Senin (13/2).
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengaku belum menerima surat resmi keberatan Freeport atas perubahan menjadi IUPK. "Kalau belum resmi ya belum bisa saya jawab," ujar dia, Senin (13/2).
Padahal, akhir pekan lalu, Bambang mengatakan Menteri ESDM Ignasius Jonan sudah meneken Surat Keputusan Menteri ESDM atas perubahan Kontrak Karya Freeport menjadi IUPK. Permintaan perubahan status atas diajukan perusahaan sendiri.
Dengan ketentuan, pajak yang berlaku bagi Freeport Indonesia berubah dari yang sebelumnya nail down menjadi prefilling atau berubah-ubah sesuai aturan yang berlaku. "Maka dari itu, mereka (Freeport) bisa segera ajukan rekomendasi ekspor konsentrat," ujarnya. (10/2).
Menteri ESDM Ignasius Jonan bilang, soal perpajakan prefilling akan dibicarakan. "Kalau berubah jadi IUPK harus prefilling, tapi nanti biar Menteri Keuangan yang lihat mana yang bisa menganut ketentuan yang lama, mana yang tidak, karena ini domain Menkeu," kata Jonan, Senin (13/2).
Ahmad Redi, Pengamat Hukum Bidang Sumber Daya Alam dari Universitas Tarumanegara menyatakan, kontrak tak bisa berubah secara pihak. Sebab, kontrak berakhir apabila para pihak sepakat mengakhiri; kedua kontrak dibatalkan pengadilan; terakhir karena habis masa berlakunya.
"Ini sesuai Pasal 1266 dan Pasal 1266 Kitab UU Hukum Perdata. Hal ini diperkuat pula Pasal 169 huruf a UU Minerba bahwa KK berlaku sampai berakhir masa waktunya," ungkap Redi.
Menurut Redi, perubahan seketika menjadi IUPK bagi Freeport bisa jadi kesalahan pemerintah. Tapi Freeport juga mengada-ngada soal tuntutan mendapat perlakukan khusus perpajakan dan operasi. "Perusahaan macam ini harusnya tidak diperpanjang operasinya pasca 2021, sayang pemerintah kita lemah, di bawah kendali Freeport. Tidak memiliki posisi yang jelas bagi kepentingan nasional Indonesia." imbuh dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News