Reporter: Muhammad Julian | Editor: Anna Suci Perwitasari
Saat ini, MEDC memang masih bertumpu pada bisnis migas. Hal ini tercermin misalnya pada alokasi belanja modal atau capital expenditure (capex) Medco tahun ini. Dari total anggaran capex sebesar US$ 215 juta, MEDC mengalokasikan sebanyak US$ 150 juta di antaranya untuk segmen bisnis migas pada tahun ini.
Berdasarkan catatan Hilmi, saat ini kapasitas produksi migas MEDC mencapai di atas 100.000 boepd. Pada paruh pertama tahun ini, realisasi produksi migas MEDC berjumlah 94.000 boepd.
Mengutip laporan keuangan interim MEDC dan entitas anak, kontrak penjualan minyak dan gas menyumbang revenue sebesar US$ 564,71 juta sepanjang Januari-Juni 2021 lalu, setara 88% dari revenue konsolidasi Medco di sepanjang paruh pertama tahun ini.
Jika digabungkan dengan revenue dari kontrak penjualan listrik serta segmen-segmen lainnya, revenue konsolidasi MEDC mencapai US$ 636,29 juta di sepanjang Januari-Juni 2021, naik 11,66% dibanding realisasi revenue Januari-Juni tahun 2020 lalu yang sebesar US$ 569,80 juta.
Dari hasil pendapatan itu, Medco mengantongi laba periode/tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk alias laba bersih sebesar US$ 37,16 juta pada Januari-Juni 2021. Posisi tersebut berbalik dari rugi bersih pada Januari-Juni 2020 yang sebesar US$ 125,27 juta.
Baca Juga: Fitch sematkan rating B+ untuk surat utang anak usaha Medco Energi (MEDC)
Pada sepanjang tahun 2021 ini, MEDC membidik target produksi migas sebanyak 95.000 boepd. Hilmi menegaskan, MEDC akan berupaya menjaga biaya agar kompetitif dengan target di bawah US$ 10 per boepd.
Mendukung program bauran energi nasional dan kejar target pengurangan GRK
Meski bisnis MEDC saat ini bertumpu pada migas, perusahaan juga mendukung program bauran energi nasional. Seperti diketahui, pemerintah telah menargetkan agar porsi energi baru terbarukan (EBT) pada bauran energi mencapai 23% pada 2025 dan naik menjadi 31% pada 2050.
Untuk mendukung program ini, MEDC tengah mengembangkan proyek ketenagalistrikan gas dan EBT. Proyek-proyek ini meliputi proyek PLTGU Riau (275 MW), aliansi untuk PLTGU dengan Kansai Electric, proyek Geothermal Ijen (100 MW), proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Sumbawa (26 MWp) dan Bali (2x25 MWp), serta Proyek PLTS Pulau Bulan.
“Yang baru kita tandatangani bulan yang lalu adalah pembangkit listrik tenaga surya yang mungkin akan merupakan yang terbesar di Indonesia, yaitu 670 MWp di pulau Bulan untuk diekspor ke Singapura,” tutur Hilmi.
Selain mendukung program bauran energi nasional, MEDC juga berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Targetnya, MEDC berharap bisa mencapai menetapkan target Emisi Net Zero untuk Scope 1 dan Scope 2 pada 2050, serta Emisi Net Zero untuk Scope 3 tahun 2060.
Catatan saja, scope 1 yang dimaksud merupakan emisi GRK langsung. Sementara itu scope 2 merupakan emisi GRK dari konsumsi energi tidak langsung, sedang scope 3 adalah emisi GRK tidak langsung lainnya. Berdasarkan data perusahaan, intensitas emisi scope 1 turun 15% sejak 2018 hingga paruh pertama tahun ini.
Selanjutnya: Terbitkan obligasi untuk modal kerja, berikut rekomendasi saham TPIA
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News