kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.095   -25,00   -0,16%
  • IDX 7.108   -49,86   -0,70%
  • KOMPAS100 1.064   -9,05   -0,84%
  • LQ45 834   -8,40   -1,00%
  • ISSI 216   -2,01   -0,92%
  • IDX30 426   -3,80   -0,88%
  • IDXHIDIV20 514   -4,38   -0,84%
  • IDX80 121   -1,10   -0,90%
  • IDXV30 127   -0,23   -0,18%
  • IDXQ30 142   -1,29   -0,90%

Melihat Implementasi Green Economy di Industri Tekstil Tanah Air


Senin, 26 Desember 2022 / 19:01 WIB
Melihat Implementasi Green Economy di Industri Tekstil Tanah Air
ILUSTRASI. Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) pelan tapi pasti mulai mengadopsi konsep bisnis berbasis ekonomi hijau


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) pelan tapi pasti mulai mengadopsi konsep bisnis berbasis ekonomi hijau (green economy).

Redma Gita Wirawasta Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menyampaikan, penerapan konsep green economy dilakukan para pelaku industri TPT baik dari sisi produk akhir maupun proses produksi TPT.

Sebagai contoh, beberapa perusahaan tekstil sudah mulai memproduksi polyster, nilon, maupun rayon dari hasil daur ulang (recycle). Ada juga perusahaan-perusahaan tekstil yang sudah mengembangkan produk-produk tekstil berwarna secara permanen yang diatur dalam chip-nya.

“Ketika produk kain selesai dibuat, maka tidak diperlukan lagi proses pewarnaan sehingga menghilangkan potensi limbah cair atau zat kimia,” ungkap Redma, Senin (26/12).

Dari sisi proses, hampir seluruh pabrik tekstil sudah mematikan pembangkit listrik berbasis batubara dan beralih ke listrik PLN yang menggunakan energi baru terbarukan (EBT). Sejumlah perusahaan tekstil juga ada yang membangun pembangkit surya secara mandiri.

Baca Juga: Pemerintah Akan Permudah Restrukturisasi Utang, Begini Tanggapan Pengusaha TPT

Tantangan pengembangan green economy bagi industri TPT ada pada pasar TPT itu sendiri. Maklum, pelanggan-pelanggan produk tekstil yang memiliki label green atau menaruh perhatian tinggi pada aspek lingkungan hijau mayoritas berasal dari Eropa dan Amerika Serikat. Kedua kawasan tersebut sedang mengalami perlambatan permintaan.

Di sisi lain, permintaan produk tekstil berlabel hijau di pasar domestik ataupun Asia masih cenderung terbatas. “Labelisasi produk hijau di Asia juga belum begitu jelas,” imbuh Redma.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ian Syarif menyebut, tantangan implementasi green economy bagi sektor TPT salah satunya ada pada regulasi terkait EBT yang mana PLN masih membatasi penggunaan PLTS Atap milik para pelaku industri tersebut. Hal ini bisa mempengaruhi waktu bagi perusahaan tekstil untuk balik modal atas pemasangan panel surya.

Oleh karena itu, ia menilai implementasi green economy yang paling mudah di sektor TPT saat ini adalah konversi pembangkit listrik batubara di pabrik tekstil menjadi pembangkit berbahan bakar cangkang sawit.

Alternatif lainnya adalah memperbanyak penggunaan gas bumi untuk kegiatan operasional pabrik tekstil, meskipun gas bumi dianggap tidak sepenuhnya memenuhi aspek green energy bila dibandingkan sumber energi terbarukan lainnya. “Tapi ini juga ada tantangan karena akses jalur pipa gas masih terbatas,” kata Ian, hari ini.

Baca Juga: Industri Tekstil Domestik Masih Diliputi Prahara Seiring Ketidakpastian Ekonomi

Lebih lanjut, Redma memperkirakan pengembangan green economy di industri TPT akan melambat pada 2023 seiring pelemahan pasar. Hal ini berimbas pada menurunnya utilisasi produksi, sehingga beberapa perusahaan tekstil berpotensi mengalami masalah arus kas.

“Investasi yang sebelumnya untuk kepentingan green economy kemungkinan akan dialihkan untuk mempertahankan kondisi finansial perusahaan,” terang dia.

Makanya, ia berpendapat seharusnya ada insentif yang diberikan pemerintah kepada para pelaku usaha TPT dalam menjalankan bisnis berkonsep green economy. Apalagi, pemerintah juga punya kepentingan untuk memastikan industri di Tanah Air tetap ramah lingkungan.

Insentif juga diperlukan mengingat dalam beberapa tahun mendatang diperkirakan akan ada tambahan aturan dari Uni Eropa terkait isu green economy yang mesti dipenuhi eksportir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×