Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sumber pendanaan proyek gasifikasi batubara menjadi dimetil eter (DME) sebagai substitusi Liquefied Petroleum Gas (LPG) salah satunya akan berasal dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Hal ini sebelumnya telah diungkap oleh Kepala Satuan Tugas (Satgas) Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional sekaligus Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia.
"Ada 3-4 proyek yang kita dorong DME secara paralel. Salah satu (modal) di antaranya adalah Danantara," pungkas Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (3/3).
Baca Juga: Tata Kelola Danantara yang Tertuang dalam PP 10/2025 Dinilai Sangat Longgar
Terkait penggunaan modal dari Danantara ini, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bachtiar mengatakan proyek DME dalam konteks pengembangan energi sangat bagus karena akan memperkuat ketahanan dan kemandirian energi nasional.
"Namun jika dilakukan dengan seluruhnya dana negara, termasuk jika dari Danantara maka dari aspek investasi dan keuangan ini langkah berani sekaligus berisiko tinggi," kata Bisman, Rabu (05/03).
Menurut dia, melihat jejak masa lalu hilirisasi batubara menjadi DME, telah banyak investor asing yang berminat namun kemudian pergi karena aspek pendanaan dan risiko yang cukup tinggi.
Asal tahu saja, sebelumnya Air Products & Chemical Inc (APCI), perusahaan Amerika Serikat (AS) tertarik berinvestasi dalam proyek DME bersama PT Bukit Asam (PTBA) dan PT Pertamina (Persero).
Baca Juga: Bahlil: Proyek DME Pengganti LPG Berlanjut, Salah Satu Modalnya dari Danantara
Namun, APCI menarik komitmen investasi sebesar US$ 2,1 miliar atau setara dengan Rp 30 triliun, meski sempat melakukan groundbreaking di proyek yang rencananya terletak di Muara Enim, Sumatra Selatan tersebut.
Dalam perkembangan terakhir, PTBA telah menjalin komunikasi dengan perusahaan China East China Engineering Science and Technology Co.LTD. untuk melanjutkan proyek ini, namun hingga sekarang belum ada kesepakatan yang berarti.
"Jika proyek DME dilakukan 100% biaya negara termasuk jika melalui Danantara kurang feasibel, karena memang kemampuan dana yang terbatas. Masih banyak kebutuhan lain yang jauh lebih urgent bagi negara," tambahnya.
Hal serupa juga diungkap oleh Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Menurutnya uang yang ada di Danantara sejatinya berasal dari hasil efisiensi anggaran, dan justru dialihkan pada investasi besar dengan return lama.
Baca Juga: Danantara akan Dilibatkan dalam Pembangunan Proyek DME Pengganti LPG
"Kalau dana yang digunakan dari Danantara, sementara dana Danantara berasal dari efisiensi sebagian, jadi menurut saya justru buang-buang uang negara," katanya.
Ia juga menyoroti kebijakan DME justru akan berdampak pada terhambatnya transisi energi menuju Energi Baru Terbarukan (EBT) dan meningkat ketergantungan pada batubara.
"Karena batubaranya terus digali dan diproduksi dengan jumlah yang sangat masif. Lagipula banyak hilirisasi lain yang bisa di dorong, misalnya perbaikan dalam skema hilirisasi nikel," tutupnya.
Selanjutnya: OJK Sebut 106 Perusahaan Perasuransian Telah Penuhi Ketentuan Ekuitas Minimum
Menarik Dibaca: Cara Mudah Transfer Uang di Indomaret dan Syarat yang Harus Dilakukan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News