Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Hal lain yang mendapat sorotan ialah terkait dengan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 (UU Minerba). Sempat menjadi pertanyaan, apakah PP aturan turunan UU Minerba akan terbit terlebih dulu, atau belakangan setelah IUPK Arutmin diberikan.
Sayangnya, hingga tulisan ini dibuat, belum ada konfirmasi dan penjelasan yang disampaikan oleh Kementerian ESDM mengenai nasib tiga Rancangan PP yang disiapkan pemerintah sebagai aturan pelaksanaan UU Minerba.
Namun menurut Bisman, Pasal 169 A dalam UU Minerba telah didesain untuk melegitimasi perpanjangan PKP2B/KK menjadi IUPK. Dengan begitu, tanpa menunggu terbitnya PP, IUPK tetap bisa diterbitkan. "UU Minerba sudah didesain untuk legitimasi perpanjangan ini. Tidak ada prasyarat harus diatur lebih lanjut dalam PP. Jadi bisa menerbitkan IUPK tanpa harus menunggu PP," sebut Bisman.
Hal berbeda disampaikan oleh pengamat hukum energi dan pertambangan Universitas Tarumanegara Ahmad Redi. Menurutnya, pemberian IUPK tanpa melalui mekanisme pelaksanaan sesuai PP turunan UU Minerba, adalah suatu keputusan yang ilegal.
Menurutnya, dalam UU No. 3 Tahun 2020 tidak diatur mengenai teknis pemberian IUPK. "Bila aturan teknisnya belum ada maka pemberian IUPK tidak memenuhi syarat due process yang jelas sesuai peraturan pelaksanaan UU No.3 Tahun 2020," kata Redi.
Dia berpandangan, pemberian IUPK kepada Arutmin bukan merupakan kepastian terhadap investasi. Sebaliknya, Redi menilai bahwa praktik ini menunjukkan tidak adanya kedaulatan negara terhadap mineral dan batubara. Padahal secara konstitusional, Sumber Daya Alam seharusnya dikuasai negara.
"Nyatanya minerba kita dikuasai segelintir korporasi non state, bukan oleh negara melalui perusahaan negara dan perusahaan daerah," tegas Redi.
Selanjutnya: Sah! Presiden Jokowi perpanjang izin usaha tambang batubara Bakrie 20 tahun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News