Reporter: Agung Hidayat | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Merck Sharp Dohme Pharma Tbk (SCPI) masih berupaya meningkatkan performa bisnisnya di tahun depan. Erwin Agung, Sekretaris Perusahaan SCPI memproyeksikan pertumbuhan low single digit di 2019 nanti.
Kompetisi antar pemain farmasi dirasa cukup ketat, perusahaan pun berupaya untuk terus memperbarui portofolio produknya. Pendapatan SCPI sebenarnya sebagian besar berasal dari ekspor. "Hampir 90% (rata-rata) kami ekspor," kata Erwin ditemui usai paparan publik, Rabu (26/12). Sedangkan sisanya mengisi pasar domestik, perseroan juga memasukkan obat onkologi (perawatan kanker) pada e-catalogue Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Jumlah yang masuk ke JKN menurut Erwin masih sedikit, sebab obat yang disediakan SCPI tergolong produk premium sehingga dinilai sulit untuk memasukkan terlalu banyak portofolio. Sampai kuartal tiga 2018 saja, tercatat 80% penjualan diserap oleh Merck Sharp & Dohme Asia Pacific Services Pte. Ltd. yang berpusat di Singapura.
Penjualan ke Singapura tersebut tercatat mengalami penurunan 17% year on year (yoy) menjadi Rp 1,31 triliun sampai akhir September 2018. Adapun secara jenis, kontribusi pendapatan SCPI masih didominasi oleh segmen primary care dengan nilai Rp 1,35 triliun atau 83% dari total pendapatan di triwulan ketiga tahun ini.
Jumlah tersebut naik 16% yoy dibandingkan penjualan primary care kuartal tiga 2018 yang berjumlah Rp 1,16 triliun. Adapun mengenai besaran capital expenditure (capex) alias belanja modal, manajemen enggan membeberkannya saat ini.
Yang jelas perseroan tidak ada rencana untuk melakukan ekspansi besar-besaran di 2019. "Soalnya investasi dan perubahan (revitalisasi) di lini manufaktur sudah dilakukan di tahun ini," terang Erwin.
Sekadar informasi, sebelumnya perseroan diketahui telah menganggarkan dana US$ 1,5 sampai US$ 2 juta untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Salah satunya dengan cara mengupgrade pabrik SCPI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News