Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen menyambut baik adanya Surat Edaran (SE) Badan Pangan Nasional Nomor 159/TS.02.02/K/6/2023 tentang Harga Pembelian Gula Kristal Putih Di Tingkat Petani.
Di mana melalui SE tersebut memuat pedoman tentang harga pembelian Gula Kristal Putih (GKP) di tingkat petani. Dalam SE disebutkan agar pembelian GKP di tingkat petani oleh pelaku usaha gula dilakukan dengan harga paling sedikit Rp 12.500 per kilogram.
"Kita sambut baik tentu dengan diterbitkannya ini, karena sebelumnya walaupun sudah kita sudah bisa membentuk harga sampai Rp12.500 kurang sedikit petani lelangnya. Tapi ada pihak perusahaan plat merah yang jual gulanya cuma dikisaran Rp12.000 bahkan ada yang dibawah itu dan itu berpengaruh terhadap lelang gula," jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (2/7).
Baca Juga: Harga GKP Tingkat Petani Rp 12.500 per Kg, Pengamat AEPI: Agar Petani Terlindungi
Dengan adanya SE tersebut setidaknya tidak ada pihak-pihak yang menjual gulanya dibawah harga yang ditetapkan SE. Pasalnya dengan adanya pihak-pihak yang menjual dibawah harga pasar yang sudah terbentuk akan menarik harga gula petani jadi turun dari harga yang terbentuk.
Meski demikian Soemitro mengakui jika harga yang ditetapkan oleh SE tersebut masih belum sesuai harga ideal yang diharapkan. Menurutnya harga gula ditingkat petani seharusnya bisa 1,5 kali dari harga beras.
"Sebenernya belum memenuhi harga ideal. Idealnya kan Rp15.000. Tapi dengan ini bisa hentikan perusahaan plat merah yang jual gula dibawah harga pasar. Karena ada yang jual gula itu selisih Rp 400 per kilogram membuat harga tertarik ke bawah. Jadi dengan SE tidak ada lagi produsen yang jual dibawah Rp12.500," tegasnya.
Ia mengatakan, dengan harga ditingkat petani yang naik maka otomatis harga di tingkat konsumen akan ikut naik. Namun hal kenaikan harga gula ditingkat konsumen menurutnya memang sudah seharusnya terjadi.
"Gula harus naik kalau yang lain naik. Kita harus adil dong. Gula 6 tahun dari 2016 sampai 2021 ngga pernah naik. Dari tahun ini juga harga pembelian pemerintah (HPP) kita Rp9.100 dan harga eceran tertinggi (HET) Rp12.500," imbuhnya.
Baca Juga: Badan Pangan Nasional Terbitkan SE Harga Pembelian GKP Tingkat Petani Rp12.500 Per Kg
Kenaikan harga gula diperlukan untuk bisa meningkatkan pendapatan dari petani tebu yang hanya satu kali dalam setahun panen. Hal tersebut ditengah naiknya harga pupuk dan juga upah pekerja.
"Kalau gula ditekan tidak boleh naik ya pendapatan kita sebagai petani tebu kan habis. Dan harus berkaca pada komoditas lain. Apalagi ada Perpres swasembada gula jadi kesejahteraan petani harus dijaga supaya orang masih mau menanam tebu," jelasnya.
Maka Soemitro menegaskan bahwa harga gula memang sudah seharusnya dinaikkan. Kenaikan gula yakni Rp1.000 melalui SE tersebut. Sedangkan konsumsi gula rata-rata paling banyak sekitar 8 ons per individu dalam sebulan.
"Kalau itu misal naik Rp2.000 itu nggak ada Rp2.000 apalagi kalau belinya setengah kilogram. Jadi ini memang harus kita tempuh demi menjaga pendapatan petani tebu masih rasional," ujarnya.
Jika harga gula tidak naik, Soemitro mengatakan jangankan untuk menghidupi tanaman tebunya. Hasil panen tebu petani saja belum tentu cukup untuk menghidupi keluarganya.
Baca Juga: Percepat Swasembada Gula, Ini Upaya Kementan Tingkatkan Produktivitas Tebu
Saat ini harga GKP ditingkat petani sudah mencapai Rp12.500. Akhir Juni kemarin harga gula ditingkat petani mencapai Rp11.700 per kilogram.
Ia memperkirakan kenaikan gula di tingkat konsumen dengan adanya SE tersebut bisa mencapai Rp14.500-Rp15.000 per kilogram. Adapun harga tersebut dinilainya masih wajar.
"Tahun 2016 harga kita jual pernah lelang tertinggi Rp14.500. Ngga ada itu penduduk yang teriak-teriak. Itu eceran kan Rp 18.000, ngga ada (yang teriak). Tapi habis itu ada HET," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News