Reporter: Ali Imron | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Krisis finansial yang melanda global membuat para pengembang menahan diri untuk berekspansi. Meski demikian, bukan berarti sektor properti lesu darah. Bahkan diprediksi, tahun depan, sektor properti bakalan tetap menjadi ujung tombak pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5 % dengan pertumbuhan sebesar 25 %.
Ada dua indikator yang menyebabkan sektor properti masih tetap menjadi idaman investasi. Pertama, pemerintah sudah menaikan anggaran untuk perumahan bersubsidi di 2009 sebesar Rp 3,5 triliun. Anggaran itu naik tiga kali lipat bila dibandingkan dengan 2008 sebesar Rp 800 miliar.
“Tentu saja dengan anggaran sebesar realisasi perumahan bersubsidi 2009 naik sekitar 25 % dari tahun lalu. Anggaran itu cukup untuk merealisasikan 100.000 rusunami dan 150.000 RSH,” kata Ketua DPD REI Teguh Satria, Senin, (24/11) di Jakarta.
Kedua, adanya ajang pemilihan umum pada paruh pertama 2009. Dengan adanya pemilu ini, dipastikan banyak calon legislatif yang melakukan kampanye. Hal ini akan mempengaruhi perekonomian, tak terkecuali pertumbuhan sektor properti secara keseluruhan.
Tidak jauh berbeda dengan sektor perumahan non subsidi. Target pertumbuhan sektor ini di 2009 mencapai 25%. Maksudnya bakal ada pertumbuhan perumahan non subsidi sekitar 25.000 unit menjadi 150.000 unit pada 2009, dari sebelumnya 125.000 unit pada 2008.
Hingga akhir tahun 2008, jumlah kapitalisasi perumahan non subsidi yang terkumpul sekitar Rp 125 triliun. Sedangkan pada 2007, kapitalisasinya hanya sekitar Rp 100 triliun. “Di 2009 kapitalisasinya bakal meningkat 25 % apalagi ada pasar baru yaitu rusunami,” tukasnya.
Hanya saja yang patut diingat, apabila pemerintah menurunkan kembali BI rate 4 % tentu sektor riil bakal lebih cepat bergerak. Saat ini saja BI rate di posisi 15 %-18 %. Bila posisinya kembali ke 12 % masyarakat yang beli rumah bakal semakin lebih banyak. “Apalagi kalau BI rate di posisi 8 %,” ujarnya.
Sementara itu, Presdir PT Graha Rayhan Tri Putra Bally Saputra optimistis krisis finansial tidak akan berkelanjutan. Malah pada Desember mendatang tingkat suku bunga BI diprediksi akan turun ke level 9,5 %. Pasalnya, saat ini, pemerintah hanya terkena dampak krisis finansial dari Amerika. “Ini berbeda dengan kondisi krisis pada 1998,” tukasnya.
Apalagi pembeli rusunami tidak bakal menanggung dampak dari badai krisis finansial ini. “Pasalnya bunga yang ditanggung oleh konsumen adalah bunga bersubsidi. Sudah begitu uang mukanya pun tidak dinaikkan,” jelas Tri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News