kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Minim Setrum, Industri Sepatu Tunda Investasi


Kamis, 02 Juli 2009 / 07:27 WIB
Minim Setrum, Industri Sepatu Tunda Investasi


Sumber: KONTAN |

JAKARTA. Ketidakpastian pasokan listrik kembali menjadi penghambat investasi di negeri kita. Tahun ini, banyak perusahaan sepatu menunda investasi mereka karena masalah pasokan setrum ini.

Berdasarkan catatan Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), sejatinya ada minimal 25 investor di industri sepatu yang akan membenamkan modal senilai US$ 700 juta pada tahun 2009 ini. Mereka bahkan sudah mengajukan izin investasi ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Namun, karena tidak ada jaminan pasokan listrik, rencana itu menjadi tak jelas. Maklum saja, Eddy Widjanarko, Ketua Umum Aprisindo, menghitung, setiap investor itu membutuhkan pasokan listrik sekitar 53.000 kilo volt ampere (KVA) per tahun.

Eddy menambahkan, hingga saat in, Asprisindo terus berusaha mempertemukan para investor dengan PT Perusahaan Listrik Nasional (PLN) selaku pemasok energi listrik di dalam negeri.

“Pemerintah perlu bergerak cepat menggaet potensi investasi ini. Sebab, 25 perusahaan itu saja bakal menyerap setidaknya 160.000 tenaga kerja,” kata Eddy, Rabu kemarin (1/7). Rencananya, 25 perusahaan tersebut akan melakukan investasi di Jawa Barat dan Jawa Timur.

Meski nasib investasi itu terkatung-katung, bukan berarti sektor ini sepi dari ekspansi. Eddy memaparkan, dalam kurun Januari-Mei 2009, sudah ada tujuh investasi di industri sepatu. Tiga di antaranya berupa investasi baru, dan sisanya peningkatan kapasitas pabrik lama.

Perusahaan yang menggelontorkan modal itu berasal dari Korea Selatan (Korsel) dan Taiwan. "Lokasinya di Jakarta dan Surabaya. Ketujuh perusahaan itu memproduksi sepatu kasual dan sport,” jelas Eddy.

Nilai investasi setiap perusahaan itu sekitar Rp 20 miliar. Investasi ini meningkatkan produksi sepatu nasional sebesar 5% dari sebelumnya 1,2 miliar pasang per tahun.

Untuk menyiasati kekurangan pasokan setrum, ketujuh perusahaan tersebut mengadakan listrik sendiri dengan genset. "Jadi, rencana investasi mereka tetap berlanjut,” kata Eddy.

Direktur Industri Tekstil Departemen Perindustrian (Depperin) Budi Irmawan mengakui, sepanjang lima bulan pertama 2009, beberapa perusahaan sepatu asal Korsel dan Taiwan merelokasi pabrik ke Indonesia.

Menurut data Depperin, investasi yang masuk seiring pengalihan fasilitas produksi ke Indonesia itu bahkan mencapai US$ 144 juta. "Relokasi ini terpicu lonjakan permintaan sepatu di Indonesia seiring upaya peningkatan penggunaan produksi dalam negeri (P3DN) yang gencar digalakkan pemerintah,” kata Budi.

Selain itu, relokasi terjadi lantaran ada pembengkakan biaya buruh di Korsel dan Taiwan. Akibatnya, iklim investasi sepatu di Korea dan Taiwan kurang kompetitif dibandingkan Indonesia.
Selain ongkos produksi di kedua negara itu naik tajam, permintaan sepatu di dua negara Asia itu juga anjlok akibat imbas krisis global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×