kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Minimalisasi Dampak Lingkungan, Industri Farmasi Usung Konsep Green Pharmacy di T20


Rabu, 09 Maret 2022 / 21:15 WIB
Minimalisasi Dampak Lingkungan, Industri Farmasi Usung Konsep Green Pharmacy di T20


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia harus memiliki peran aktif dalam membangun arsitektur kesehatan global dengan melakukan sejumlah upaya yang mendorong ketahanan dan kemandirian kesehatan. Green Pharmacy merupakan konsep pendekatan ekologis industri farmasi yang dapat dilakukan oleh industri untuk sektor kesehatan sekaligus berkontribusi dalam mengatasi perubahan iklim dan mengelola lingkungan secara berkelanjutan.

Topik ini mengemuka dalam forum diskusi para Think Tank T20 dengan tema The Indonesian Healthcare Future Forward, Selasa (8/3/2022). T20 menjadi wadah bagi global think-tank dan para ahli untuk menyajikan analisis yang komprehensif terkait diskusi yang sedang berlangsung di G20 dan menghasilkan ide-ide untuk mendukung G20 dalam menghasilkan kebijakan yang konkret dan berkelanjutan. 

Hasil akhir T20 dipresentasikan kepada G20 working groups, para menteri, dan pemimpin negara sebagai alternatif kebijakan, bukan rekomendasi. Sementara G20 adalah forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara dan satu kawasan ekonomi, Uni Eropa. 

Di tahun ini, Indonesia menjadi Presidensi G20 sebagai tuan rumah penyelenggaraan G20 yang dimulai dari 1 Desember 2021 hingga KTT G20 di November 2022.

Baca Juga: Harga Minyak Melambung, Dua Sektor Industri Ini Belum Terdampak

Dalam membangun ketahanan dan kemandirian kesehatan, industri farmasi lokal di Indonesia telah menjalankan sejumlah langkah dan upaya, salah satunya melalui konsep Green Pharmacy

Director of Research & Business Development Dexa Group Dr. Raymond Tjandrawinata mengemukakan konsep Green Pharmacy sebagai pendekatan ekologis industri farmasi. Dalam konsep ini dijelaskan perusahaan farmasi memiliki peran dalam menjalankan aktivitas industrinya dengan memperhatikan ekosistem dan pentingnya interaksi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya.

Secara garis besar dalam pemaparan yang diberikan Raymond, Green Pharmacy harus meminimalisasi dampak lingkungan dari obat-obatan dalam menerapkan semua kegiatan farmasi, yang dimulai dari merancang molekul baru hingga manufaktur, distribusi, dan pembuangan limbah. Namun demikian, untuk mewujudkan konsep Green Pharmacy agar memiliki kontribusi dalam arsitektur kesehatan global, memerlukan komitmen dan peran serta dari semua pihak. 

"Ke depan, Green Pharmacy harus menjadi mayoritas obat yang ada dalam formularium nasional. Ini adalah impian kita, tetapi ini dapat dilakukan jika pemerintah bersama sektor swasta dan institusi pendidikan bekerja bahu-membahu untuk mewujudkannya. Karena Green Pharmacy adalah konsep yang sangat bagus untuk banyak negara," kata Raymond dalam keterangannya, Rabu (9/3).

Lebih lanjut Raymond mengungkapkan bahwa pengobatan konvensional sangat berguna dalam hal terapi manusia. Banyak penyakit yang bisa diatasi dengan pengobatan konvensional, misalnya gangguan metabolisme, onkologi, hingga gangguan mental. “Tapi kita cenderung lupa bahwa obat konvensional ini, sebagian besar molekulnya juga memiliki risiko ekologi. Karena sifat obat konvensional, dari pembuatan hingga manajemen risikonya, berdampak pada lingkungan,” terangnya.

Baca Juga: Sky Energy Indonesia (JSKY) Bidik Penjualan PLTS untuk Pabrik-Pabrik Besar

Sebuah pelajaran yang sangat penting dari dampak limbah industri farmasi yang kurang memperhatikan faktor ekologi. Seperti kasus di Hyderabad, India, di mana 50 persen dari 170 perusahaan farmasi beroperasi di sana. Limbah dari obat generik yang banyak diproduksi untuk ekspor, mencemari lingkungan termasuk air minum. Jika air itu dikonsumsi oleh manusia, senyawa kimia dari obat itu masuk ke dalam tubuh dan akan meningkatkan resistensi antibiotik bahkan risiko kematian.

“Kejadian serupa juga terjadi di Teluk Jakarta. Baru-baru ini kami menemukan konsentrasi parasetamol di Teluk Jakarta. Sebuah penelitian juga menemukan bahwa tidak hanya parasetamol yang mencemari tanah Indonesia, tetapi juga Oxytetracycline, dan sebagainya. Hal ini juga akan meningkatkan angka kematian. Kita perlu menaruh perhatian pada ini, pada seluruh sistem ekologi,” papar Raymond.

Chief of T20 of Global Health Sector of G20 Prof. Hasbullah Thabrany mengatakan pemerintah dan para pemangku kepentingan perlu mendukung pengembangan industri kesehatan nasional. Pendanaan di negara-negara berkembang untuk sektor kesehatan lebih rendah dibanding negara maju. Dalam dua dekade terakhir, semakin banyak negara berkembang yang mengejar ketinggalannya dengan meningkatkan pembelanjaan mereka untuk kesehatan, seperti Korea Selatan, Indonesia, dan Arab Saudi.

“Mungkin Green Pharmacy juga jadi salah satu upaya untuk itu. Mengembangkan obat baru dari tanaman akan membantu mengurangi perubahan iklim dan menciptakan dunia hijau. Banyak fitofarmaka dikembangkan di negara tropis. India memiliki banyak pengalaman menggunakan obat herbal, untuk memberi manfaat bagi orang-orang di seluruh dunia,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×