Reporter: Andy Dwijayanto, Azis Husaini, Febrina Ratna Iskana | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Proyek listrik 35.000 MW nyaris menjadi mission impossible. Betapa tidak, targetnya super besar, dilakukan dalam waktu singkat, sementara tender dan aturannya gampang berubah mengikuti arah angin.
Meski demikian, pemerintah bertekad menjalankannya. Bahkan dalam sidang yang ke-20, kemarin, Dewan Energi Nasional (DEN) menetapkan proyek listrik tetap harus 35.000 MW pada tahun 2019. Penetapan ini sekaligus membatalkan revisi target 19.000 MW-20.000 MW yang ditetapkan tahun lalu.
Anggota Dewan Energi Nasional Tumiran menyatakan, Presiden Joko Widodo memerintahkan tak boleh ada pengurangan target. "Kalau terjadi pengurangan, target di tahun 2025 tidak tercapai. Kalau tahun 2025 tidak tercapai, pasokan listrik bisa terganggu," katanya, Senin (23/1).
Jika pasokan listrik berkurang dan permintaan naik, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) harus menyewa pembangkit diesel atau Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) terapung. Efek dominonya, tarif listrik mahal dan anggaran subsidi naik. "Waktu bergeser tidak apa-apa, tapi tidak boleh mengurangi target," tegas Tumiran.
Dia menjelaskan, target kapasitas terpasang tahun 2025 mencapai 114.000 MW dari kapasitas saat ini mencapai 55.000 MW. Alhasil, penambahan 35.000 MW mutlak tahun 2019. Namun, bagaimana mencapai target tersebut? Padahal di sisi lain, berbagai proyek listrik berakhir kontroversial (lihat infografis).
Supangkat Iwan Santoso Direktur Pengadaan PLN, menyatakan, PLN menargetkan minimum operasi tahun 2019 sebesar 26.000 MW. Saat ini sudah kontrak 20.000 MW dan semester I-2017 sekitar 12.000 MW. "Ada yang beroperasi 12 bulan, 18 bulan sampai 40 bulan, kami akan cermat soal jadwal commercial of date (CoD)," kata dia.
PLN juga menggandeng Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas. "Kami koordinasi lintas institusi, dengan pemda membuat Perda Tata Ruang, lalu pembebasan lahan, kalau 60%-70% bisa jalan," kata dia.
Menurut Jurubicara Kementerian ESDM Sujatmiko, instansi ini juga membentuk Tim Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Ketenagalistrikan 35.000 MW dan Program 2.500 MW Desa Berlistrik. "Kami juga menyelesaikan pengadaan lahan, izin dan pendanaan," imbuh dia.
Arthur Simatupang, Ketua Harian Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia, menyatakan, masih banyak hambatan di lapangan. Maka harus ada kerjasama antara pemerintah, BUMN dan swasta. Selain itu, inkonsitensi tender mesti dibenahi, seperti di PLTU Jawa 5 dan PLTGU Jawa I. "Ini merugikan iklim investasi," tegas Arthur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News