Reporter: Muhammad Julian | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT MNC Energy Investments Tbk mengejar pertumbuhan produksi batubara. Tahun ini, emiten berkode saham IATA yang juga memiliki bidang usaha non batubara itu mengincar realisasi produksi sebanyak 6,3 juta ton batubara, naik dibanding realisasi produksi tahun 2021 yang sebesar 2,6 juta ton.
Jumlah tersebut direncanakan kembali naik pada tahun 2023 mendatang menjadi 10 juta ton batubara. Niatan IATA mengejar kenaikan produksi diungkapkan oleh Executive Chairman MNC Group, Hary Tanoesoedibjo di acara acara Jasa Utama Capital Sekuritas (JUCS) Talk, Senin (26/9).
Hary Tanoe memperkirakan, IATA bisa mengeruk omzet sekitar US$ 250 juta ton dari angka produksi sekitar 6 juta ton batubara, dan US$ 400 juta - US$ 500 juta dari angka produksi 10 juta ton batubara. Estimasi tersebut dihitung dengan asumsi harga batubara kalori rendah di kisaran US$ 40 - US$ 50 per ton.
“Kalau coal itu tantangannya adalah bagaimana bisa memproduksi sebanyak-banyaknya secepat-cepatnya,” ujar Hary Tanoe memberi dalil peningkatan produksi (26/9).
Baca Juga: Modernland Realty (MDLN) Akan Kembangkan Sejumlah Proyek Apartemen
Lini usaha batubara IATA didukung oleh sumber daya batubara sebesar 464 juta ton, serta potensi batubara yang berdasarkan hasil eksplorasi awal perusahaan mencapai 1,1 miliar ton. Saat tulisan ini dibuat, IATA baru mengeksplorasi 30% dari sumber daya tersebut.
IATA memiliki konsesi atas sebanyak 8 Izin Usaha Pertambangan (IUP). Sebanyak 4 IUP di antaranya sudah dikembangkan, sedang pengembangan 4 IUP sisanya direncanakan menyusul.
Bukan tanpa alasan IATA memacu produksi emas hitam. Manajemen IATA mencatat, permintaan batubara berkalori rendah cukup marak belakangan, setidaknya sejak 2 tahun terakhir.
Faktor pendorongnya ialah tingginya kebutuhan energi global. Hal tersebut, menurut catatan manajemen IATA, telah mendorong banyak power plant untuk melakukan penyesuaian teknologi agar bisa menghasilkan energi dari batubara berkalori rendah. Walhasil, ada saja permintaan batubara berkalori rendah dari negara-negara seperti India, China, Vietnam, dan Thailand.
Dengan persentase eksplorasi sumber daya yang baru mencapai 30%, manajemen IATA optimistis bahwa menaikkan angka produksi bukan pekerjaan yang sulit. Di sisi lain, IATA juga berencana menggelontorkan belanja modal untuk membangun infrastruktur seperti jalan dan conveyor belt demi mengejar target produksi 10 juta ton batubara di tahun 2023.
Baca Juga: Sarimelati Kencana (PZZA) Membuka Gerai dengan Konsep Bistro
“Bangun jalan sama bangun conveyor itu biaya tambahannya kurang lebih sekitar US$ 10 juta, tidak besar juga. Jadi bisa didanai dari operasional IATA,” tandas Hary Tanoe.
Sedikit informasi, berdasarkan data internal perusahaan, IATA sudah merealisasikan produksi batubara sebanyak 1,86 juta ton dengan realisasi volume penjualan 1,79 juta di sepanjang paruh pertama tahun 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News