Reporter: Emir Yanwardhana, Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Agar asap dapur bisnisnya tetap mengepul, importir umum (IU) mobil completely built-up (CBU) tengah memperkuat bisnis jual beli mobil CBU bekas. Meski mereka tetap melakoni bisnis impor mobil CBU, namun kebanyakan mobil bermesin di bawah 3000 cc, yang tarif pajaknya tidak terlalu jumbo.
Dalam berbisnis tentu harus siap menghadapi risiko naik dan surut. Bak putaran roda, ada masanya bisnis berada di atas, tapi ada masanya berada di bawah. Ini pula yang terjadi dalam bisnis mobil impor utuh alias completely built up (CBU).
Bisnis mobil CBU sempat melaju kencang tahun 2012-2013 lalu. Namun, dalam perkembangannya, sejak tahun 2014 sampai dengan tahun 2015 mulai jalan lambat. Rupiah yang melorot terhadap dollar Amerika Serikat (AS), ditambah aneka regulasi pajak yang mengerek biaya impor, membuat importir umum yang menjual merek mobil CBU asal Eropa, Amerika Serikat (AS) maupun Jepang kesulitan untuk tancap gas.
Dampak pelemahan rupiah mengakibatkan harga mobil CBU semakin mahal. Ditambah pengenaan aneka pajak berlipat, membuat harga mobil CBU tersebut makin melangit.
Ini pula yang membuat para importir menggarap bisnis mobil CBU bekas.
Pasalnya, "Jika membeli baru dikenakan pajak mahal, konsumen akhirnya memilih beli bekas," kata Fiona, Marketing Import Auto CBU Car Gallery, salah satu importir umum mobil CBU yang ditemui KONTAN di Jl Sultan Iskandar Muda, Jakarta Selatan Kamis (10/2).
Perbandingannya: jika membeli mobil CBU baru dengan mesin besar 3000 cc ke atas semisal, harus kena aneka pajak. Salah satunya pajak barang mewah yang besarannya mencapai 125% dari harga, kemudian bea masuk 40% dari harga, serta PPh pasal 22 bagi importir 7,5%.
Beda hal jika konsumen membeli mobil CBU bekas, konsumen tak perlu lagi mengeluarkan biaya ekstra pajak impor tersebut. Saat transaksi, konsumen mobil CBU bekas cukup mengeluarkan biaya membayar pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama (BBN).
Ini pula yang kini menolong bisnis importir umum yang lesu. Fiona bilang, tak hanya diler mereka yang memperkuat penjualan mobil CBU bekas. Ada banyak diler importir umum lain di kawasan jalan Sultan Iskandar Muda atau arteri Pondok Indah, Jakarta Selatan melakukan hal serupa.
Rudy Salim, Presiden Direktur Prestige Motor Car, importir umum supercar di Jakarta mengatakan, pengenaan bajak berlipat saat rupiah melemah, membuat penggemar mobil CBU menunda pembelian mobil baru. "Tren kemudian beralih ke pembelian mobil CBU bekas," kata Rudy.
Dari transaksi jual beli mobil CBU bekas inilah importir umum bisa menutup biaya operasional dilernya. Selain jualan mobil CBU bekas, importir umum juga menyiasati aturan tarif bea masuk dengan mengimpor mobil bermesin kecil atau di bawah 3000 cc, karena tarif impornya tak terlalu jumbo. "Seperti Mustang yang kami impor adalah yang bermesin 2.500 cc," kata Rudy.
Solusi berbeda ditempuh oleh Ismail Ashlan, Public Relation Manager PT Auto Trisula Indonesia pemegang merek Maserati Indonesia. Saat pajak impor mobil CBU tinggi, Ismail menunda ekspansi cabang baru di Surabaya yang semula ditargetkan buka awal tahun ini. "Kami tunda dulu," kata Ismail.
Saat importir umum banyak pesimistis dengan bisnis mobil CBU, Adrian Tirtadjaja, General Marketing Lexus Indonesia justru berkomentar Sebaliknya. Meski ada beban pajak yang mengimpit, namun Adrian yakin penjualan Lexus akan naik 15% tahun ini.
Adapun tahun 2015 lalu, penjualan Lexus tercatat 648 unit. "Tahun ini kami punya produk andalan yang sudah cukup banyak pemesannya, seperti LX 570, RX 450 Turbo, NX 200 Turbo," jelas Adrian. (Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News