Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Pemerintah menjanjikan banyak insentif untuk mendorong pertumbuhan di sektor industri manufaktur. Harapannya, dengan pemberian insentif dan kemudahan, aliran dana investasi asing mengalir deras.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, Kementerian Industri sudah menyelesaikan aturan tentang pemberian insentif pajak bagi kendaraan bermotor dalam keadaan terurai tidak lengkap atawa incompetely knocked down (IKD). "Aturannya sudah lengkap di biro hukum, tinggal tanda tangan Pak Menteri," kata Putu, Jumat (26/5).
Adapun sasaran penerima insentif pajak ini, Putu bilang, para Agen Pemegang Merk (APM) brand premium serta produk mobil yang penjualannya masih rendah. Rencananya, skema insentif berbentuk pengurangan biaya impor untuk komponen yang akan dirakit dalam negeri.
Kelak, ada beberapa kelompok komponen yang bea masuk 0%. Catatan KONTAN, aturan itu akan diberikan bagi jenis mobil dengan harga off the road di atas Rp 500 juta. Sehingga bisa mengurangi beban APM yang mengimpor utuh langsung alias completly built up (CBU).
Di luar pemberian insentif pajak, Kemperin mengeluarkan kebijakan baru tentang tingkat kandungan lokal untuk merangsang industri dalam negeri. Aturan terbaru, batasan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sebesar 40% untuk komponen pembangkit listrik tenaga surya.
Putu menjelaskan, aturan TKDN ini untuk mendorong program pembangunan pembangkit listrik yang diharapkan berdampak pada menggeliatnya industri komponen lokal. "Bisa menghidupi industri komponen dalam negeri," harapnya.
Kemperin berjanji terus mengawal realisasi investasi produksi stainless steel di Morowali, Sulawesi Tengah. Pada tahun 2018, ada investasi sekitar US$ 400 juta untuk memproduksi stainless steel sebanyak 3 juta ton per tahun. "Investor meminta tax holiday dan tax allowance," kata Putu.
Siapakah investor tersebut, Putu tak merinci. Yang pasti di antaranya berasal dari China, karena mereka agresif di industri pengolahan dan pemurnian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News