Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Moody's Investors Service menerbitkan rating Baa2 pada PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Peringkat yang pertama kali diberikan Moody’s untuk Inalum ini menunjukkan bahwa Holding Industri Pertambangan ini memiliki outlook stabil dan layak investasi.
Bersama dengan itu, Moody’s pun menerbitkan rating Baa2 untuk surat utang senior tak berjaminan yang digunakan untuk pembayaran US$ 3,85 miliar. Dana dengan jumlah tersebut digunakan untuk meningkatkan kepemilikan saham di PT Freeport Indonesia (PTFI) menjadi 51,23%, termasuk dengan kepemilikan Pemerintahan Daerah Papua sebesar 10%.
Vice President and Senior Credit Officer Moody’s Brian Grieser menyebut, diversifikasi portofolio pertambangan Inalum didukung oleh biaya yang rendah dan operasi yang kompetitif.
Selain itu, Inalum juga diuntungkan dari kontraktor penambangan dan hubungan komersial terpadu dengan perusahaan milik negara lainnya, yang diikuti dengan cadangan mineral dan fasilitas hilir yang strategis.
"Baa2 Inalum mencerminkan diversifikasi portofolio pertambangannya di batubara, emas, nikel, timah, tembaga dan aluminium, serta biayanya yang rendah, operasi yang kompetitif secara global," kata Grieser.
Hal itu mengingat pada tahun 2017, Inalum ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia sebagai perusahaan induk untuk aset pertambangan negara. Pemerintah pun mengalihkan kepemilikan sahamnya di PT Aneka Tambang Tbk (65%), PT Bukit Asam Tbk (65%), PT Timah Tbk (65%) dan PT Freeport Indonesia (9,36%) menjadi Inalum. Sedangkan Inalum sendiri 100% dimiliki oleh Pemerintah Indonesia melalui kementerian BUMN.
Sejalan dengan mandatnya untuk mengelola cadangan mineral domestik, Inalum mengakuisisi saham di PTFI, yang mengendalikan lebih dari 70% cadangan tembaga Indonesia, sehingga menjadi kepemilikan mayoritas menjadi 51,23%.
Pada 28 September 2018, Inalum mengadakan berbagai perjanjian dengan Freeport-McMoRan Inc (Ba2 stabil) dan perusahaan di bawah Rio Tinto plc (A3 stabil) untuk mengakuisisi saham di PTFI dengan biaya $ 3,85 miliar termasuk sekitar $ 800 juta yang akan diberikan Inalum kepada pemerintah daerah Papua untuk mendanai investasi bersama.
"Inalum akan mendapat manfaat dari skala operasi PTFI, yang menambang tambang tembaga terbesar kedua di dunia dan tambang emas terbesar di Grasberg. Namun, risiko kredit akan meningkat karena peningkatan yang cukup besar dalam leverage keuangan dan proyek perluasan modal yang kompleks di PTFI," tambah Grieser.
Sementara itu, PTFI sendiri akan melakukan program investasi substansial untuk transisi operasi penambangan Grasberg dari tambang terbuka ke bawah tanah dan pembangunan smelter tembaga pada tahun 2023. Langkah tersebut akan mengkonsumsi secara substansial arus kas dan pembayaran ekspansi yang diharapkan dari Inalum.
Prospek peringkat Inalum yang stabil mencerminkan prospek peringkat sovereign Indonesia, serta harapan Moody bahwa Inalum akan mengelola profil likuiditasnya. Sehingga dapat melayani pembayaran bunga serta kontribusi uang tunai kepada PTFI.
Peningkatan peringkat selama 12-18 bulan ke depan cukup berat dilakukan, mengingat utang Inalum yang cukup besar dan rencana pengeluaran modal, serta tingkat peringkat pemerintah. Dalam jangka waktu yang lebih lama, Moody's dapat mempertimbangkan untuk menaikkan rating Inalum dengan syarat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News