Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Anastasia Lilin Yuliantina
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekspansi Grup Lippo di perusahaan rintisan (start up) digital belum kendor. Akhir tahun lalu, grup usaha ini memang mengurangi porsi kepemilikan saham di dompet digital Ovo. Tapi tahun ini Grup Lippo mereka kembali mencari peluang pengembangan bisnis digital melalui PT Multipolar Tbk.
Multipolar melihat tren baru di era teknologi semakin riuh bermunculan. "Kami banyak melirik investasi di industri yang berbasis digital seperti startup karena melihat banyak peluang di industri ini dengan banyaknya tren baru," ungkap Agus Arismunandar, Direktur PT Multipolar Tbk saat dihubungi KONTAN,
Jumat (12/6).
Hanya saja, Multipolar belum mengungkapkan secara gamblang mengenai identitas calon perusahaan rintisan yang mereka incar. Emiten berkode saham MLPL di Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut juga belum terbuka soal investasi yang disiapkan.
Sebelumnya Multipolar sudah menangani sejumlah usaha berbasis digital. Bisnis Ovo berjalan melalui anak usaha bernama PT Visionet Data Internasional yang beroperasi sejak tahun 2016.
Pada tahun lalu, kepemilikan saham Grup Lippo di Ovo turun dan tersisa 30%. Pendiri Grup Lippo Mochtar Riady menyatakan bahwa perusahaannya harus rela menjual lebih dari 70% saham karena tidak kuat terus membakar uang demi mendukung keberlangsungan bisnis Ovo.
Selain Ovo, Multipolar memiliki perusahaan rintisan bernama PT Brilliant Ecommerce Berjaya yang berdiri tahun 2015. Brilliant Ecommerce menjalankan Mbiz, sebuah layanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik alias e-procurement dengan konsep business to business (B2B).
Kabar terbaru, pada Maret lalu Grup Lippo mengabarkan investasi di perusahan rintisan asal Singapura yakni MoolahGo. Perusahaan ini bergerak di sektor pembayaran multi mata uang di Negeri Singa. Hanya saja, tak ketahuan besar suntikan dana grup perusahaan itu.
Selain membidik investasi startup baru, tahun ini Multipolar berniat menerapkan strategi value creation. "Kami mencoba menciptakan nilai tambah dari investasi yang sudah ada sekarang dengan memperbaiki kinerja mereka," terang Agus.
Efisiensi usaha
Multipolar membagi bisnis dalam beberapa kategori, meliputi ritel, telekomunikasi, multimedia & teknologi serta bisnis lain & investasi. Tujuh anak usaha atau usaha investasinya berstatus perusahaan terbuka. Sebut saja PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA), PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), PT Multipolar Technology Tbk (MLPT), PT First Media Tbk (KBLV) dan PT Link Net Tbk (LINK). Kemudian PT Bank Nationalnobu Tbk (NOBU) dan PT Multifiling Mitra Indonesia Tbk (MFMI).
Hingga akhir tahun lalu, segmen bisnis eceran dan distribusi masih mendominasi pendapatan Multipolar hingga Rp 9,07 triliun atau berkontribusi sekitar 74,16%. Sejauh ini, dominasi tesebut masih berlanjut.
Masalahnya, pandemi Covid-19 dan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mengerem laju segmen bisnis eceran dan distribusi alias ritel. Operasional pusat perbelanjaan Multipolar harus tutup sementara. Padahal, momentum seperti Lebaran sangat penting bagi bisnis ritel mereka.
Multipolar mencatatkan penurunan penjualan yang signifikan dalam sebulan hingga dua bulan terakhir. hanya saja, manajemen MLPL belum bisa menyampaikan nilai penurunan itu dan proyeksi terhadap kinerja penjualan sepanjang 2020.
Kendati begitu, Multipolar telah mengupayakan berbagai upaya efisiensi demi menahan penurunan kinerja lebih dalam. Matahari Putra Prima misalnya, menciutkan ukuran gerai demi memangkas biaya sewa, asuransi dan pengeluaran lain. Kunjungan ke gerai-gerai anak usaha juga berkurang demi memangkas biaya perjalanan.
Selain itu, tahun ini Multipolar fokus pada pengelolaan liabilitas karena memiliki beberapa utang bank. "Kami berusaha menguranginya dengan menggunakan kas yang ada untuk melakukan pembayaran pinjaman sehingga bisa mengurangi beban biaya keuangan," terang Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News