Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Implementasi multiusaha kehutanan menjadi salah satu kunci untuk mencapai target nol emisi gas rumah kaca dari sektor berbasis hutan dan penggunaan lahan (Net Sink FOLU) di tahun 2030 sekaligus untuk memacu ekonomi terus tumbuh.
Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto mengungkapkan untuk berkontribusi dalam pengendalian perubahan iklim global, Indonesia sudah mencanangkan target Net Sink FOLU tahun 2030.
"FOLU (sektor hutan dan penggunaan lahan) menjadi tulang punggung dalam pengendalian perubahan iklim karena yang paling siap," kata Agus dalam keterangan resmi, Rabu (29/9).
Dia menyatakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan termasuk terkait pengendalian perubahan iklim, telah terbit Undang-undang Cipta Kerja (UUCK) dan peraturan pelaksananya.
Baca Juga: Indonesia bekerjasama dengan Jerman, dukung percepatan perhutanan sosial
Berdasarkan ketentuan itu, ada kemudahan perizinan sekaligus mendorong pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH) untuk tidak hanya fokus pada pemanfaatan kayu, tapi juga pemanfaatan kawasan dan jasa lingkungan dengan skema multiusaha kehutanan.
Berdasarkan data KLHK, saat ini ada 567 unit izin usaha pemanfaatan kawasan hutan dengan luas areal pengelolaan 30,5 juta hektare. Agus menyatakan, 567 unit izin usaha tersebut diharapkan bisa bertransformasi menjadi PBPH dan menerapkan multiusaha kehutanan untuk mendukung pencapaian target Indonesia Net Sink FOLU 2030.
Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo menyatakan, multiusaha kehutanan harus dikelola berbasis pengelolaan lanskap ekosistem hutan. "Ini menjadi pilar penting untuk mencapai Net Sink FOLU, dan tantangannya adalah membumikan aksi mitigasi perubahan iklim dengan multiusaha di tingkat tapak," katanya.
Indroyono menyatakan multiusaha kehutanan harus diarahkan pada upaya riil untuk menurunkan emisi GRK, misalnya melalui silvikultur intensif, pengkayaan hutan, restorasi gambut, dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
Indroyono berharap pengembangan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) bisa dilakukan secara efektif. "NEK menjadi insentif untuk mendorong aksi mitigasi melalui implementasi multiusaha di tingkat tapak ," katanya.