Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Musim pergantian direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor energi telah tiba. Sepanjang 2024, Kementerian BUMN telah mengotak-atik posisi direksi BUMN di bidang energi seperti Pertamina, PLN, MIND ID, hingga Perusahaan Gas Negara (PGN).
Terbaru, Kementerian BUMN melakukan perubahan susunan pimpinan PT Pertamina (Persero) melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan menetapkan Mochamad Iriawan sebagai Komisaris Utama, Dony Oskaria sebagai Wakil Komisaris Utama, Raden Adjeng Sondaryani sebagai Komisaris Independen dan Simon Aloysius Mantiri sebagai Direktur Utama Pertamina.
Selain Pertamina, ada PLN, MIND ID, dan PGN yang juga melakukan perubahan susunan pimpinan. Berikut ulasannya:
PLN
Pada Juli 2024, Burhanuddin Abdullah ditunjuk sebagai Komisaris Utama PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN (Persero) dan Andi Arief sebagai komisaris PLN.
Baca Juga: Bahlil Beberkan Segudang Pekerjaan Rumah untuk Dirut Baru Pertamina
MIND ID
Pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) MIND ID yang digelar Juni 2024, Grace Natalie Louisa ditetapkan sebagai komisaris MIND ID. Selain itu, RUPST juga menyetujui pengangkatan mantan Menteri Keuangan, Fuad Bawazier sebagai komisaris utama dan Pamitra Wineka sebagai komisaris independen. MIND ID juga mengumumkan pemberhentian dengan hormat Jisman Parada Hutajulu sebagai komisaris.
PGN
RUPST PGN digelar 30 Mei 2024, menyetujui pemberhentian beberapa jajaran komisaris dan direksi perusahaan, yakni Luky Alfirman sebagai Komisaris, Beni Syarif Hidayat sebagai Direktur SDM dan Penunjang Bisnis, dan Christian H Siboro sebagai Komisaris Independen.
RUPST PGN juga menyetujui pengangkatan Rachmat Hutama sebagai Direktur SDM dan Penunjang Bisnis, Arief Kurnia Risdianto sebagai Direktur Manajemen Risiko, Luky Alfirman sebagai Komisaris untuk periode kedua, Christian H Siboro sebagai Komisaris Independen untuk periode kedua.
Lalu, RUPST juga menyetujui pengangkatan Tony Setyo Boedi Hoesodo sebagai Komisaris Independen, Fadjar Hariyanto Widodo sebagai Direktur Keuangan, dan Ratih Esti Prihatini sebagai Direktur Komersial.
Selain itu, RUPST juga menyetujui perubahan nomenklatur direksi yakni Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko menjadi Direktur Keuangan dan Direktur Manajemen Risiko, kemudian Direktur Sales dan Operasi menjadi Direktur Komersial.
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto mengungkapkan, fungsi Komisaris BUMN adalah melakukan pengawasan dan kontrol terhadap BOD atas target yg telah ditetapkan.
Idealnya, kata Toto, komisaris tersebut memiliki kompetensi yang memadai di bidang keuangan, legal serta industri terkait. Karenanya untuk memudahkan kerja Dewan Komisaris BUMN, maka mereka dibantu oleh beberapa Komite seperti Komite Audit, Komite Risiko, serta Komite Nominasi/Remunerasi. Dengan alat kelengkapan ini semestinya Dewan Komisaris bisa kerja secara optimal.
Toto menjelaskan, untuk pemilihan BOD dari BUMN maka para kandidat harus melalui mekanisme fit and proper test di lembaga asesmen independen. Harapannya dapat the best talent.
"Namun, pemilihan anggota Dewan Komisaris BUMN tidak wajib melalui mekanisme ini. Akibatnya sering terjadi kontroversi atas pemilihan Dewan Komisaris BUMN," kata Toto kepada Kontan, Senin (4/11).
Baca Juga: Pertimbangkan Konsumsi Masyarakat, Pemerintah Tak Jadi Ubah Skema Subsidi LPG
Toto menambahkan, fenomena penunjukkan Dewan Komisaris BUMN yang dekat dengan power kerap terjadi seiring terjadi pergantian kekuasaan.
"Jadi soal kedekatan politik dengan pemerintah tidak bisa dinafikan menjadi faktor yang menyebabkan seseorang menjadi BOD atau BOC. Point pentingnya untuk model seperti ini maka figur yang ditunjuk harus profesional dan kompeten. Jika sekadaar asal tunjuk, maka anggapan publik bahwa ini adalah fenomena bagi-bagi jabatan susah dibantahkan," ungkap Toto.
Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Herry Gunawan menuturkan, untuk Direktur Pertamina Nicke memang sudah terlalu lama memimpin di perusahaan energi paling penting bagi Indonesia itu.
"Namun, penggantian Dirut Pertamina perlu dikawal bersama-sama, sebab seperti diketahui Simon Aloysius adalah pimpinan di perusahaan milik Prabowo, yakni Nusantara Energy. Selain itu, dia juga politisi Gerindra," kata Herry kepada Kontan, Senin (4/11).
Selain itu, pergantian manajemen Direktur Utama dan Komisaris di Pertamina ini mengisyaratkan sejumlah hal, pertama, BUMN masih belum bisa dilepaskan dengan soal politik.
"Kita bisa lihat pada Simon Aloysius dan Mochamad Iriawan dari Gerindra maupun Condro Kirono yang jadi tim sukses di Pilpres," ujar Herry.
Kedua, dari sisi tata kelola juga masih model lama, setidaknya diperlihatkan oleh masuknya Dony Oskaria, Wamen BUMN yang jadi Wakil Komut Pertamina.
"Dia regulator, sekarang menjadi bagian dari operator," sam bungnya.
Ketiga, ada potensi conflict of interest, seperti diperlihatkan dengan hadirnya Raden Adjeng Sondaryani, eksekutif di Indonesia untuk NOV, perusahaan jasa migas asing.
Menurut Herry, inilah wajah Pertamina saat ini. Rakyat masih berharap mereka bisa bekerja dan membantu Pertamina, kekayaan negara yang dipisahkan, secara profesional. Jangan sampai ada kepentingan pribadi atau kelompoknya yang masuk di Pertamina.
"Memang kita tidak bisa melakukan judgement sekarang. Kita lihat perkembangannya nanti, sambil berharap Pertamina bisa lebih baik. Minimal baik-baik saja," pungkas Herry.
Baca Juga: Reformasi Subsidi BBM dan Listrik, Bahlil: Mengerucut ke Skema BLT
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News