Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Draft Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja turut memberi angin segar bagi para pelaku usaha sektor mineral dan batubara.
Dalam draft yang diperoleh Kontan.co.id, pada Pasal 40 tentang ketentuan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara Nomor 4 Tahun 2009 ada sejumlah aturan yang memberi karpet merah bagi sejumlah pengusaha minerba.
Baca Juga: Apkasi berharap penyusunan RUU cipta kerja melibatkan semua pihak terkait
Sebut saja pada Pasal 83 Poin h yang berbunyi jangka waktu kegiatan usaha pertambangan khusus batubara untuk tahap kegiatan operasi produksi yang melaksanakan pengembangan dan pemanfaatan batubara yang terintegrasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dapat diberikan jangka waktu selama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang setiap 10 (sepuluh) tahun sampai dengan seumur tambang.
Mengutip catatan Kontan.co.id, Anggota tim perumus Omnibus Law, Ahmad Redi menjelaskan poin ini berkaitan dengan pemberian perizinan pertambangan bagi perusahaan yang melakukan pengolahan dan pemurnian mineral secara integrasi serta pemanfaatan dan pengembangan batubara secara terintegrasi.
Asal tahu saja, perusahaan tambang yang memenuhi ketentuan di atas akan diberikan insentif berupa izin penambangan sampai dengan umur tambang. "Perusahaan tambang ini dapat diberikan izin operasi produksi selama 30 tahun dan dapat diperpanjang setiap 10 tahun sampai dengan umur tambang," ujar Redi, Januari lalu.
Baca Juga: Bappenas: Draf RUU ibu kota negara diserahkan ke DPR pekan depan
Asal tahu saja, hal tersebut belum diatur dalam beleid Nomor 4 Tahun 2009. Tak sampai di situ, dalam Pasal 83 Poin c berbunyi Luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan Operasi Produksi pertambangan mineral logam dan batubara diberikan berdasarkan hasil evaluasi Pemerintah Pusat terhadap rencana kerja seluruh wilayah yang diusulkan oleh pelaku usaha pertambangan khusus.
Dengan demikian maka perusahaan batubara yang akan habis kontraknya berpotensi mendapatkan luas wilayah yang sama alias tidak dibatasi.
Sebelumnya, dalam UU Nomor 4 Tahun 2009, Pasal 83 Poin d disebutkan, luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan operasi produksi pertambangan batubara diberikan dengan luas paling banyak 15.000 (lima belas ribu) hektare.
Selanjutnya, Di antara Pasal 169 dan Pasal 170 disisipkan 1 (satu) pasal yakni 169A yang berbunyi sebagai berikut: (1) Kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara:
Baca Juga: Perubahan SKK Migas menjadi BUMN khusus di omnibus law dinilai lebih tepat
a. yang belum memperoleh perpanjangan dapat diperpanjang menjadi Perizinan Berusaha terkait Pertambangan Khusus perpanjangan pertama sebagai kelanjutan operasi tanpa melalui lelang setelah berakhirnya kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara dengan mempertimbangkan peningkatan penerimaan negara.
b. yang telah memperoleh perpanjangan pertama dapat diperpanjang menjadi Perizinan Berusaha terkait Pertambangan Khusus perpanjangan kedua sebagai kelanjutan operasi tanpa melalui lelang setelah berakhirnya perpanjangan pertama kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara dengan mempertimbangkan peningkatan penerimaan negara.
Dengan demikian, perusahaan yang memperoleh perpanjangan dapat melanjutkan kontrak tanpa melalui lelang.
Adapun, saat ini ada sejumlah perusahaan pemegang Perjanjian Kontrak Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang akan habis kontrak di tahun ini dan beberapa tahun ke depan, yakni PT Arutmin Indonesia yang kontraknya akan berakhir pada 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia (13 September 2021), PT Kaltim Prima Coal (KPC) pada 31 Desember 2021, PT Multi Harapan Utama (1 April 2022), PT Adaro Indonesia (1 Oktober 2022), PT Kideco Jaya Agung (13 Maret 2023), dan PT Berau Coal (26 April 2025).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News