Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Markus Sumartomjon
JAKARTA. Rencana perusahaan bongkar muat (PBM) mogok kerja pada 3 Juni mendatang berpotensi mengganggu bisnis perusahaan importir dan logistik.
Achmad Ridwan, Sekretaris Jenderal Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) menghitung, potensi kerugian bagi importir bisa mencapai triliunan rupiah. "Kerugian paling besar akibat congestion surcharge atau biaya tambahan yang dikenakan atas stagnasi kontainer di pelabuhan," ujar Achmad kepada KONTAN, Rabu (29/5). Besarnya biaya ini sekitar US$ 75 per kontainer.
Bukan hanya itu, importir juga masih harus membayar biaya demurrage, lantaran proses bongkar muat melampaui batas waktu. Tarif per hari US$ 50 per kontainer.
Asal tahu saja, dalam sehari, ada sekitar 6.000 kontainer yang ditangani di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Sedangkan jumlah kontainer secara keseluruhan di Indonesia mencapai puluhan ribu per hari. "Yang paling merugikanĀ adalah bila pelabuhan Indonesia masuk black area, sehingga proses bongkar muat tidak bisa dilakukan di Indonesia lagi," imbuh Achmad.
Achmad bilang, sulit untuk menunda pengiriman barang yang sudah dikapalkan. Makanya, satu-satunya langkah antisipasi yang bisa dilakukan adalah mengalihkan pengiriman ke pelabuhan lain yang kegiatan operasionalnya masih berjalan normal.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto juga mengkhawatirkan bisnis logistik terganggu aksi mogok kerja perusahaan bongkar muat. Namun dia mengaku belum menghitung estimasi nilai kerugian. "Sebagai antisipasi, kami sudah memberi tahu perusahaan importir yang menjadi klien kami supaya pengiriman barang tidak dilakukan pada hari itu," ujar Mahendra.
Perusahaan bongkar muat memangĀ berencana melancarkan aksi mogok kerja pada 3 Juni sebagai bentuk protes terhadap monopoli bongkar muat oleh PT Pelindo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News