kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.350.000   -4.000   -0,17%
  • USD/IDR 16.665   -20,00   -0,12%
  • IDX 8.272   -2,63   -0,03%
  • KOMPAS100 1.147   -2,68   -0,23%
  • LQ45 828   0,00   0,00%
  • ISSI 290   -1,26   -0,43%
  • IDX30 434   0,97   0,22%
  • IDXHIDIV20 499   3,67   0,74%
  • IDX80 127   -0,55   -0,43%
  • IDXV30 136   -0,78   -0,57%
  • IDXQ30 138   0,41   0,30%

Operator merugi akibat perang tarif


Senin, 07 Desember 2015 / 20:16 WIB
Operator merugi akibat perang tarif


Reporter: Pamela Sarnia | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Sejak infrastruktur jaringan 4G long term evolution (LTE) rampung, para operator mulai gencar komersialisasi jaringan generasi keempat itu. Namun, nampaknya operator sudah tidak berminat mengadakan perang tarif layaknya zaman 3G dulu.

Menurut Direktur Utama (Dirut) PT XL Axiata Tbk Dian Siswarini, setiap operator sudah melewati tahap perang tarif. Sekarang mereka sudah tidak mengulangi lagi pengalaman itu. “Saya rasa semua operator ingin menghindari perang tarif,” kata Dian dalam diskusi “4G What’s Next” di Balai Kartini, Senin (7/12).

Dia menganggap perang tarif tidak akan memberi manfaat bagi pihak manapun, baik bagi operator maupun pelanggan.

“Kalau dilihat dari sejarah, perang tarif tidak bawa manfaat untuk siapa pun. Mungkin di awalnya memberikan manfaat kepada pelanggan berupa harga yang murah. Tapi, kalau harus kompensasi dengan kualitas maka yang rugi adalah pelanggan,” ujar Dian.

Senada dengan Dian, Dirut PT Indosat Tbk Alexander Rusli pun berpendapat perang tarif hanya merugikan operator.

Sementara Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, pemerintah tidak perlu menetapkan tarif batas bawah (floor price) untuk layanan data operator seluler.

“Kalau perang tarif terjadi, operator akan memberikan layanan yang payah. Tapi, saya tidak akan mengeluarkan kebijakan floor price. Karena aturan ini tidak mempengaruhi faktor keselamatan layaknya industri penerbangan,” ujar Rudiantara.

Rudiantara mengatakan, pemerintah akan terus mengawasi operator seluler agar tidak melakukan perang tarif. Dia bahkan tidak segan-segan menegur operator yang masih berani mengadakan perang tarif.

“Saya akan telepon. Apakah Anda ingin mengadakan bisnis atau charity? Kalau mereka masih mengadakan perang tarif, saya copot direksinya. Mumpung saya masih jadi menteri,” kata dia.

Tapi, apakah benar para operator tidak mengadakan perang tarif layanan data? Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono masih melihat indikasi adanya perang tarif.

"Indikasinya, pendapatan operator minus. Berarti datanya dijual dengan harga di bawah standar. Padahal para operator mengklaim penggunanya di atas 40 juta," kata Nonot  kepada KONTAN.

Menurut Nonot, sekarang ini para operator bermain di promosi paket data. "Kalau untung, tidak mungkin pendapatannya minus. Kecuali tidak punya banyak pelanggan seperti operator-operator kecil. Berarti terjadi persaingan harga yang tidak wajar hanya demi merebut pelanggan," tegasnya.

Nonot membandingkan, pendapatan rata-rata per pengguna alias average revenue per user (arpu) pada 2007 sekitar Rp 120.000. Tapi arpu tahun ini hanya sekitar Rp 20.000 sampai Rp 30.000.

"Berapa sih penurunan harga teknologi? Buktinya investasi untuk teknologi tetap besar. Karena pendapatan berkurang drastis, operator tidak bisa melakukan investasi," papar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×