Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengembangan industri hilir kelapa sawit terus dilakukan untuk memberi nilai tambah. Salah satunya adalah industri oleokimia. Produk turunan kelapa sawit ini terus mengalami pertumbuhan baik investasi maupun produksi. Pada awal 2019, investasi di sektor oleokimia mencapai Rp 4,84 triliun.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) Rapolo Hutabarat mengatakan, jumlah perusahaan oleokimia di Indonesia terus meningkat dalam tiga tahun terakhir. Pada 2016 sebanyak 17 perusahaan oleokimia beroperasi dengan kapasitas 10,97 juta ton per tahun. Nilai investasinya mencapai Rp 4,7 triliun.
Namun pada 2017, jumlah perusahaan meningkat menjadi 19 dan bertambah lagi menjadi 20 perusahaan pada tahun 2019 ini. Saat ini total kapasitas produksi perusahaan oleokimia di Indonesia mencapai 11,32 juta ton per tahun atau naik 3,19%.
"Sementara penambahan investasi oleokimia pada awal tahun 2019 mencapai Rp 4,84 triliun," ujar Rapolo dalam seminar oleokimia bertema, Ragam Industri Pengguna Produk Oleokimia Indonesia, Rabu (3/7). Seminar ini diselenggarakan Apolin dan Majalah Sawit Indonesia dan mendapat dukungan penuh dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Rapolo melanjutkan, pada 2019 dari total kapasitas produksi oleokimia 11,326 juta ton terdiri dari fatty acid 4,55 juta ton, fatty alcohol 2,12 juta ton, gliserin 883.700 ton, metil ester 1,93 juta ton dan soop nodle berjumlah 1,83 juta ton.
“Kenaikan produksi tahun ini ditopang investasi baru dua perusahaan oleokimia yang berlokasi di Dumai (Riau). Selain itu, dua perusahaan tadi sudah menjadi anggota Apolin,” ujar Rapolo.
Sementara itu, investasi oleokimia tahun 2017 sebesar Rp 4,7 triliun di Dumai. Selanjutnya tahun 2019, ada investasi senilai Rp 1,1 triliun di Propinsi Riau.
Adapun volume ekspor produk oleokimia dengan 15 HS code tahun 2017 sebesar 1,9 juta ton, tahun 2018 meningkat menjadi 2 juta ton. Nilai ekspor tahun 2017 sebesar US$ 1,5 miliar dan US$ 2,3 miliar di tahun 2018.
Oleokimia digunakan pada industri deterjen, farmasi, ban, kosmetik dan industri lainnya. “Pengembangan produk oleokimia juga menjadi tantangan ke depan. Riset menjadi tulang punggung industri ini dalam mengembangkan produk oleokimia,” terang Rapolo.
Abdul Rochim Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemprin) menambahkan, peran industri oleokimia sangat strategis karena mampu mengolah sumber daya minyak kelapa sawit yang melimpah dan menjadi building block bagi pertumbuhan industri hilir terkait.
Pada 2019 bertambah menjadi 20 perusahaan dengan total kapasitas produksi oleokimia sebanyak 11.326.300 ton/tahun. Penambahan investasi industri oleokimia di awal tahun 2019 mencapai Rp 4,84 triliun.
“Salah satu faktornya karena peringkat EODB (Ease of Doing Business) melalui berbagai fasilitas dan kemauan investasi dari pemerintah Indonesia. Pemerintah berkomitmen mendorong dan memberikan dukungan bagi pertumbuhan industri oeokimia nasional,” tuturnya saat membuka acara.
Sektor oleokimia, termasuk sektor industri yang mendapatkan fasilitas perpajakan tax allowance dan tax holiday berkaitan investasi baru dan perluasan industri. Lebih dari 10 proyek perusahaan oleokimia dan/telah mendapatkan tax incentive.
"Berdasarkan pengamatan kami, kebijakan insentif tax allowance dan tax holiday yang dikombinasikan pungutan sawit sangat efektif dan mampu mendorong Industri oleokimia,"paparnya.
Ada dua tantangan utama industri oleokimia yaitu pengamanan bahan baku industri dan inovasi menambah ragam jenis produk hilir. "Sudah ada usulan dari Apolin untuk menyempurnakan tarif pungutan untuk menjamin pasokan bahan baku industri. Saat ini, sudah ada tim antar kementerian yang membahas persoalan ini," paparnya.
Industri oleokimia sebagai building block aneka produk hilir, maka aktivitas riset untuk menghasilkan inovasi terkini menjadi ujung tombak dalam penguasaan pasar global. Diantaranya biolubricant, biosurfaktan, bioplastik, biopolymer hingga biomaterial canggih.
“Kekuatan industri oleokimia berbasis minyak sawit ini terletak pada kemampuan substitusi produk minyak bumi, sehingga lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable),” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News