Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga kuartal III-2019, PT Pertamina (Persero) berhasil mencatatkan laba periode berjalan sekitar US$ 753 juta atau setara Rp 10,54 triliun jika menggunakan asumsi kurs rupiah Rp 14.000 per dolar AS.
Sekadar catatan, pada kuartal tiga tahun lalu Pertamina hanya mampu membukukan laba sebesar Rp 5 triliun berdasarkan paparan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Direktur Keuangan Pertamina Pahala Mansury menyampaikan, besaran laba tersebut belum termasuk komponen penggantian atau kompensasi dari selisih harga jual Bahan Bakar Mesin (BBM) yang diberikan pemerintah kepada Pertamina.
Baca Juga: Jaga keandalan offshore, Pertamina EP ciptakan alat pencegah marine growth
Jika memasukkan kompensasi tersebut, maka laba Pertamina kurang lebih bisa mencapai US$ 1,7 miliar atau setara dengan Rp 23,80 triliun.
Hanya saja, proses pemberian kompensasi tadi masih harus menunggu audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan keputusan Kementerian Keuangan. “Kalau tidak termasuk itu, laba kami kurang lebih US$ 753 juta,” ujar dia ketika ditemui Kontan di Jakarta International Expo, Kamis (7/11).
Pahala juga membeberkan, sampai akhir kuartal tiga lalu, realisasi belanja modal atau capital expenditure (capex) Pertamina baru mencapai 45% dari total rencana capex tahunan sebesar US$ 4,3 miliar. Rendahnya realisasi tersebut masih dianggap wajar mengingat Pertamina akan lebih mengakselerasikan investasi di akhir tahun nanti.
Baca Juga: PHE buka opsi manfaatkan relief well sebagai sumur produksi
Sepanjang tahun ini, sebagian anggaran belanja modal Pertamina dialokasikan untuk anak usahanya di sektor hulu, Pertamina Hulu Energi (PHE), yakni sekitar 60% atau US$ 2,6 miliar. Saat ini, capex Pertamina di sektor hulu banyak terserap untuk pengembangan Blok Mahakam.
“Pengembangan Blok Mahakam bisa menelan biaya investasi sekitar US$ 900 juta sampai US$ 1 miliar di tahun ini,” terang Pahala.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News