Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia masih memegang predikat sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia. Namun, pertumbuhan produksi crude palm oil (CPO) nasional dalam lima tahun terakhir tercatat stagnan, hanya 1,04% per tahun. Angka ini jauh di bawah laju pertumbuhan minyak nabati lain, seperti kedelai 2,98% dan rapeseed 6,25%
Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara IV PalmCo, Jatmiko Santosa, mengingatkan bahwa kondisi tersebut bisa mengancam posisi sawit sebagai minyak nabati paling produktif dan efisien. “Jika tidak dikelola dengan baik, sawit bisa tersalip oleh komoditas lain. Itu berisiko, bukan hanya bagi industri sawit nasional, tapi juga bagi ekonomi bangsa dan kesejahteraan petani,” ujar Jatmiko dalam keterangannya, Senin (18/8).
Menurut Jatmiko, kunci menjaga daya saing sawit terletak pada pengelolaan berkelanjutan dan peningkatan produktivitas. Ia menilai petani sawit memegang peran strategis dalam menopang perekonomian nasional.
Produksi tandan buah segar (TBS) yang diolah menjadi CPO dan turunannya bukan hanya memenuhi kebutuhan dalam dan luar negeri, tetapi juga membuka lapangan kerja dan menyumbang devisa negara.
Baca Juga: Digitalisasi, Palmco Implementasi Kecerdasan Buatan dan Internet of Things
Namun, tantangan terbesar ada pada kebun sawit rakyat yang porsinya paling besar tetapi produktivitasnya masih rendah, rata-rata hanya 2–3 ton CPO per hektare per tahun. Untuk itu, program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) disebut sebagai game changer yang harus diperluas dan dipercepat. “Realisasi PSR masih di bawah 50% per tahun. Padahal, kebun rakyat didominasi tanaman tua. Jika PSR diperkuat, produktivitas bisa meningkat signifikan,” kata Jatmiko.
Sejak memimpin PTPN V pada 2019, ia mengaku konsisten mendorong PSR dengan beragam skema, mulai dari kemitraan penuh berbasis single management, pembelian bibit unggul bersertifikat, pola offtaker dengan pendampingan perusahaan, hingga pelatihan petani dan kelembagaan koperasi.
Hasilnya, hingga semester I 2025 PalmCo telah merekomendasikan PSR untuk 11.000 hektare lahan. Dari total 24 ribu hektare yang telah diremajakan, sekitar 14 ribu hektare sudah menghasilkan dengan produktivitas TBS di atas standar nasional.
Keberhasilan kemitraan dengan PalmCo terbukti meningkatkan kesejahteraan petani dan koperasinya. Nilai Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi petani kini mencapai lebih dari Rp 6 juta per bulan, dengan saldo tahunan berkisar Rp13 miliar–Rp19 miliar.
Baca Juga: Sukses Replanting, Panen Sawit Perdana PalmCo Capai 7 Ton Per Hektare
Sebanyak 42 petani dari 38 lembaga pekebun, yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat (ASPEKPIR), berkunjung ke kantor PT Perkebunan Nusantara IV PalmCo. Mereka berasal dari berbagai provinsi, mulai Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Jawa Barat, hingga Kalimantan dan Sulawesi.
Selama dua hari, para petani mengikuti dialog dengan direksi, menyaksikan proses digitalisasi PalmCo, serta mendapatkan pembekalan teknis di Bandung. Seluruh biaya transportasi dan akomodasi ditanggung PalmCo.
Hadianto, Ketua Koperasi Produsen Makarti Jaya di Rokan Hulu, menilai sistem single management yang diterapkan PalmCo layak menjadi role model nasional. “Bermitra dengan PalmCo luar biasa. Produksi terjamin, hasil panen di atas standar nasional. Tahun pertama tanaman menghasilkan (TM) bisa 18 ton per hektare per tahun, TM II mencapai 21 ton, dan TM III bahkan 23 ton,” ujarnya.
Sebagai penutup kunjungan, Ketua Sekretariat DPP Aspekpir Indonesia, Efendi Pasaribu, atas nama Ketua Umum Setiyono, menyerahkan penghargaan kepada Direktur Utama PalmCo, Jatmiko Santosa, sebagai Bapak Pelopor Sawit Baik Berkelanjutan.
Selanjutnya: Fadli Zon Buka Suara Terkait Kisruh Royalti Musik Ari Lasso dengan WAMI
Menarik Dibaca: Simak Manfaat Spirulina untuk Tumbuh Kembang Anak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News