Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Upaya PT Pandu Sata Utama (PSU) menghapus tengkulak membuahkan hasil. Ratusan petani di wilayah klaster barat (West) yakni Klaten, Gunungkidul, Magetan, Jombang, Boyolali dan Sukoharjo kini lebih memilih menjual hasil panen tembakaunya kepada perusahaan ketimbang tengkulak.
Supervisor Agronomi West PSU Kurniawan Indrawanto mengatakan, kemitraan telah dimulai sejak 2011. Awalnya, kemitraan ini terjalin dengan 40 petani tembakau. "Kini telah berkembang hingga lebih dari 500 petani untuk wilayah West," ujar Kurniawan dalam siaran pers, Senin (27/5).
Bertambahnya jumlah mitra petani bukan tanpa alasan. PSU memiliki pasar yang jelas, sebagai pemasok tembakau PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), anggota indeks Kompas100 ini, ). Tak seperti tengkulak, pembayarannya pun jelas. “Pasarnya jelas. Mau gagal, mau berhasil, punya pasar. Sebelum itu, mau dijual ke mana, belum tahu," tutur Gunadi, salah satu petani tembakau.
Perekonomian keluarganya kini terangkat sejak bergabung dengan PSU sejak 2011 silam. Berbeda ketika masih menjual panennya ke tengkulak. Tidak adanya jaminan pembelian, terlebih ketika hasil panen kurang optimal, justru membuat utangnya menumpuk.
Kurniawan menambahkan, hal tersebut sejalan dengan konsep kemitraan PSU. Perusahaan pemasok tembakau memberikan jaminan pembelian, memberikan subsidi bibit, pupuk, pinjaman mesin, tray, dan lain-lain. Petani hanya membiayai sekitar 25%-40% biaya dari total keseluruhan setiap musim tanam.
"Apapun kualitasnya tetap kami ambil. Misalnya kontrak untuk 1 hektare kontrak, panen sekitar 2,200 kilogram (kg) tembakau kering. Apapun kualitasnya, diambil. Itu jaminannya. Itu benefitnya untuk petani, kalau dulu sebelum bermitra, saat kualitasnya jelek enggak diambil," jelas Wanto.
Meski begitu, banyaj tantangan yang sebelumnya perlu dihadapi. Isu paling utama, tengkulak. Pasti berhadapan dengan tengkulak saat itu. Mengancam juga. Dulu, petani jual (tembakau) basah dan dimonopoli tengkulak.
Yang kaya tengkulaknya, petaninya tertindas. Ada yang dibeli mahal, tapi enggak dibayar. Barang dipanen, dibawa. Paling uang muka thok. Sisanya enggak dikasih. Hitungannya minus untuk petani,” ujar Wanto.
Menghadapi tantangan ini, pihaknya melakukan pendekatan persuasif kepada tokoh dan petani yang dinilai bisa menjadi pintu masuk. Tentunya, dengan penawaran yang lebih baik untuk petani. Kerja sama antara perusahaan dan petani mitra juga dilindungi secara hukum karena dilakukan dengan kontrak dan nota kesepahaman yang jelas.
Untuk menjadi petani mitra, ada sejumlah syarat yang harus diikuti. Syarat ini disepakati bersama. Tak hanya berorientasi pada produksi, tetapi juga merujuk pada Praktik Pertanian yang Baik atau Good Agriculture Practices (GAP) yang memiliki tiga pilar utama, crop, people, dan environment.
Salah satu hal yang menarik, PSU juga menerapkan pencegahan kerja paksa sebagai bagian dari penerapan GAC. Sebab, sebelumnya tak jarang anak-anak petani tembakau ikut menggarap ladang dengan berbagai alasan.
Ada yang karena merasa tidak ada yang menjaga anaknya di rumah saat orang tuanya tengah bertani. Bahkan, ada yang merasa bangga jika anaknya ikut bertani tembakau.
Oleh sebab itu, PSU membuat program Rumah Kreasi. Dengan adanya program ini, anak-anak diberikan berbagai kegiatan dan kesibukan, seperti pelajaran Bahasa Inggris melalui English Club. Selain itu, ada pula kegiatan yang mengasah keterampilan. Anak-anak diajarkandrum band, pencak silat, menari, dan lain-lain.
Hingga saat ini, kegiatan masih berlangsung melalui program Rumah Kreasi tersebut. Untuk proses ini juga tak mudah. “Orang tua harus diberi pengertian. Prosesnya dua tahun, itu tantangan terberat karena persepsi selama ini ibunya justru bangga anaknya bisa membantu, bekerja,” ujar Wanto.
Selain itu, sebagai bagian dari GAP, petani juga harus mematuhi berbagai ketentuan lainnya seperti mengikuti teknik aplikasi pestisida, memperhatikan jarak antara lahan tembakau dengan sumber air, dan lain-lain. Hal ini dilakukan agar tak ada kontaminasi pestisida pada sumber air. Perusahaan pemasok juga melakukan tes terhadap air yang digunakan sebelum masuk ke lahan pertanian.
"Airnya dites, layak atau enggak karena akan pengaruh ke kualitas. Kalau enggak, tanaman bisa banyak mati, petani rugi, enggak sustained. Makanya hal ini benar-benar diperhatikan," jelas Wanto.
Singkatnta, dalam penerapan GAP tersebut, PSU juga memberikan berbagai bantuan guna mempercepat proses produksi. Sehingga, petani juga diuntungkan.
Pada tahun 2019 ini, PSU membentuk 6 sentra produksi bibit yang dikelola oleh petani terpilih yang berpengalaman. Dalam perjalanannya, petugas lapangan dari PSU tetap memberikan pendampingan dan pengawasan rutin kepada sentra-sentra produksi bibit tersebut. Pendampingan dan pengawasan juga dilakukan untuk tahap-tahap produksi selanjutnya sehingga diharapkan dapat diperoleh hasil produksi yang berkualitas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News