kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pasar apartemen premium masih menggeliat


Kamis, 18 Oktober 2018 / 21:06 WIB
Pasar apartemen premium masih menggeliat
ILUSTRASI. Kondominium Fifty Seven Promenade dari Intiland


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah lesunya pasar properti secera keseluruhan, penjualan apartemen-apartemen premium rupanya masih cukup memuaskan dalam setahun terakhir. Permintaan akan produk hunian mewah vertikal masih tetap sehingga masih banyak pengembang yang berani bermain di segmen ini.

PT Intiland Development Tbk (DILD) misalnya, mampu memasarkan apartemen bertajuk Fifty Seven Promande di bilangan Kebon Melati, Jakarta Pusat. Proyek ini mulai dirilis pada Agustus 2017 sebanyak dua tower yakni Sky57 dan City57 dengan kapasitas 496 unit.

Saat ini, sudah 90% unit terjual dan yang tersisa tingga 50 unit lagi untuk tipe satu kamar dan dua kamar. Adapun tipe unit yang ditawarkan adalah satu kamar dengan luas 55 meter persegi (m2) dan 81,9 m2, tipe dua kamar dengan luas 103,8 m2, dan 115,5 m2, dan tipe tiga kamra berukuran 182,9 m2.

Sekarang unit yang tersisa dijual dengan harga mulai Rp 5 miliar per unitnya. Harga tersebut sudah naik 15% dari posisi peluncuran awal. "Penjualan apartemen premiun tersebut sepanjang semester I 2018 cukup baik dengan membukukan marketing sales Rp738 miliar," kata Theresia Rustandi, Sekretaris Perusahaan DILD pada Kontan.co.id, Kamis (18/10).

Intiland melihat, pasar apartemen akan tetap prospektif. Seiring dengan pesatnya perkembangan kota, perubahan gaya hidup, dan semakin tingginya harga lahan di perkotaaan, apartemen menjadi altenatif yang tepat untuk hunian.

Selain itu, ada juga PT Adhi Properti Persada (APP) yang menggarap apartemen premium bertajuk The Padmayana di kawasan Sinabung, Senayan. Apartemen ini hanya dibangun satu tower dengan 145 unit dan saat ini dipasarkan dengan harga Rp 50 juta per m2 atau sekitar Rp 3,2 miliar untuk ukuran satu kamar dan Rp 5 miliar untuk dua kamar. "Harga itu sudah naik 10% saat diluncurkan pada April 2018," kata Wahyuni Sutrantri, Direktur Pemasaran APP.

Penjualan The Padmayana cukup bagus dimana unit yang sudah terjual mencapai 40%. Sebagian besar pembelinya adalah end user atau pengguna terakhir dengan porsi 70%. Apartemen ini mengusung konsep Heritage Resort dimana konsumen akan dimanjakan dengan suasana alam. Selain itu juga dilengkapi dnegan privat lift dan akses masuk berupa teknologi fase recognise.

APP melihat prospek apartemen premium masih oke karena pembelinya memang segmented. Situsi politik dan perlambatan ekonomi tidak terlalu berpengaruh pada pasar produk mewah seperti The Padmayana. "Ada pengaruhnya tapi tidak besar," ujar Tantri.

Kemudian ada juga apartemen premium di dalam proyek mixed use bertajuk The Stature di bilangan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Proyek ini dikembangkan oleh CapitaLand Singapura bersama dengan Credo Group di lahan seluas 1 ha yang merangkum satu tower apartemen, satu tower service apartemen, satu tower perkantoran, dan beberapa unit town house. Proyek ini diperkirakan akan menelan investasi sebesar S$ 250 juta.

Apartemen The Stature mencakup 96 unit yang ditawarkan dalam lima tipe mulai dua kamar ukuran 146 meter persegi (m²) hingga empat kamar dengan ukuran 478 m². Proyek yang sudah dibangun dan dipasarkan sejak kuartal II 2017 mulai harga Rp 8 miliar sampai Rp 30 miliar.

M. Archica Danisworo, Design Director The Stature menilai harga yang ditawarkan oleh apartemen The Stature sangat masuk akal mengingat lokasinya yang sangat strategis di tengah CBD Jakarta bersisian dengan pusat bisnis dan pusat pemerintah, serta memiliki pemandangan ke taman terluas di Jakarta yakni kawasan Monas.

Sementara dari sisi konsep, nilai yang didapat oleh pembeli unit adalah adanya taman hijau yang sangat luas di dalam kawasan apartemen ini, ada area hijau di balkon, ada jogging track, akan dikelilingi kafe-cafe, dan lantai atas akan dilengkapi taman privat yang mengarah ke vertika garden.

"Dari sisi unitnya, akan dilengkapi dengn privat lift sehingga akan mengurangi waiting time penghuni unit. Di depan unit juga nanti akan ada taman yang bisa dihiasi. Jarak lantai ke langit-langit juga cukup tinggi yakni 3,5 meter, bahkan ada unit tertentu sampai 4 meter" tambah Archica.

Apartemen The Stature memiliki ketinggian 32 lantai dimana masing-masing lantai hanya akan ada sekitar 4 unit dan lantai teratas akan ada Pent House.
Rasio area bersih ke semi gross unit apartemen ini hanya 12% sehingga pembeli akan mendapatkan area unit lebih luas sesuai yang dibayarkan. Padahal, apartemen pada umumnya di Jakarta menerapkan rasio semi gross ke nett area sekitar 18%-20%.

Jika ketiga proyek apartemen tersebut ada di Jakarta, PT PP Properti Tbk justru menghadirkan apartemen premium bertajuk Grand Samaya Surabaya dengan harga sekitar Rp 33 juta per m2 atau sekitar Rp 3 miliar per unitnya. "Lokasinya strategis di tengah kota," kata Indaryanto, Direktur PPRO.

Grand Samaya akan dibangun sebanyak lima tower dengan perkiraan investasi Rp 7 triliun dan akan dikembangkan dalam delapan tahun. Tower pertama sudah dirilis sejak tahun lalu dengan kapasitas 409 unit dan penjualanya telah mencapai 60%. Pada kuartal III 2018, perusahaan meluncurkan tower kedua sebanyak

Menurut Indar, kondisi makro ekonomi yang kurang bagus saat ini memberikan dampak juga terhadap penjualan Grand Samaya. "Tahun lalu penjualan nya sangat bagus, tetpi masuk ke tahun ini dengan depresiasi rupiah membuat penjualan melambat karena pembisnis banyak menahan diri untuk melakukan pembelian," kata Indar.

Prospek pasar properti

Andy Natanael, founder PROJEK dan PROVIZ melihat, pasar properti masih dilanda kelesuan dan kondisi tersebut diperkirakan masih akan berlanjut sampai akhir tahun. Penyebabnya investor masih menahan diri masuk ke sektor ini karena kondisi makro yang kurang bagus dan produk properti investasi memang masih kelebihan pasokan.

Bahkan, kondisi ini diperkirakan masih akan berlanjut hingga awal tahun depan sampai pemilihan presiden usai. Menurut Andy, kemungkinan pasar baru akan mulai membaik pada akhir 2019.

Meskipun secara umum pasar masih lesu, Andy melihat tetap ada segmen dimana permintaannya cukup bagus yaitu hunian yang murah sekali dan yang mahal sekali. "Dua segmen tersebut tetap bagus serapannnya karena memang ditujukan untuk ditempati. Proyek yang paling mahal sekalipun tidak akan dijual karena itu prestise bagi pemiliknya. Kalau dijual malah orang bisa berpikir bisnisnya lagi suram." jelas Andy.

Dengan kondisi pasar properti lagi, harga properti juga cenderung mengalami penurunan untuk sekunder dan harga primer lebih murah. Oleh karena itu, Andy menilai, saat ini sebetulnya adalah waktu yang tepat untuk melakukan pembelian.

Menurut Andy, pasar investor saat ini lesu bukan hanya karena faktor makro ekonomi yang kurang bagus tetapi karena pasokan yang masuk ke pasar pada empat atau lima tahun yang lalu sangat besar. Sehingga jumlah proyek yang sudah jadi saat ini banyak sekali. Banyak investor, sementara pembelinya tidak ada.

Dengan kondisi tersebut, tahun ini akan menjadi tahun yang berat bagi pengembang. Cara berjualan properti saat ini tidak bisa lagi dengan iming-iming potensi investasi tetapi harus berjualan sesuai dengan fungsinya. "Jadi jualan sekarang harus untuk fungsi ditinggali baru laku. Atau kalau tujuannya untuk investasi maka pengembang harus kasih data ke konsumen bagaimana potensi investasinya, harus ada data potensi sewa." jelas Andy.

Senada, Olivia Surodjo, Direktur Keuangan PT Metropolitand Land Tbk (MTLA) juga melihat bahwa masih ada segmen-segmen tertentu yang bagus di tengah lesunya pasar properti secara keseluruhan. Menurutnya, pasar yang paling lesu adalah menengah ke atas karena lebih banyak di pengaruhi oleh investor. Sedangkan permintaan di segmen menengah ke bawah masih besar karena kebutuhan akan hunian untuk ditempati masih besar.

Namun, Olivia bilang, tidak semua segmen menengah ke atas lesu. Produk-produk menarik yang diluncurkan ke pasar tetap terserap juga dengan baik. "Untuk pasar segmen atas, sebetulnya mereka tidak menagah diri tetapi lebih selektif saja. Kalau ada properti yang menarik dengan konsep yang bagus tetapi diburu. Sebab kalau mereka tidak beli sekarang, mereka khawatir produk sejenis itu tidak akan ada lagi." kat Olivia.

Olivia belum bisa memprediksi kapan pasar properti akan membaik. Menurutnya, fundamental ekonomi Indonesia sebetulnya cukup bagus. Namun, kondisi yang ada saat ini lebih dipengaruhi oleh Trump Effect. "Mudah-mudahan setelah pemilihan presiden sudah bisa kita lihat arahnya." ujar Olivia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×