Reporter: Agung Hidayat | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri farmasi di dalam negeri diprediksikan tidak banyak mengalami perubahan pada tahun 2018. Program kesehatan pemerintah yang dijalankan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih menjadi sandaran dari perusahaan farmasi untuk memasarkan produk-produk mereka.
Vidjongtius, Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk mengatakan, walaupun sudah menjadi kebutuhan, tren permintaan obat-obatan tidak akan melonjak signifikan. "Oleh karena itu, pasar biasanya relatif stabil," kata Vidjongtius kepada Kontan.co.id, Senin (1/1).
Selain memenuhi kebutuhan farmasi untuk BPJS Kesehatan, Kalbe Farma juga mencoba peruntungan dari penjualan produk kesehatan (consumer health). Beberapa di antaranya produk vitamin dan penambah nutrisi tubuh.
Tidak hanya mengandalkan pasar domestik, produk-produk kesehatan Kalbe Farma juga laris manis di pasar regional. Vidjongtius mencontohkan, produk nutrition food atau drink dengan merek Diabetasol telah menjadi pemimpin pasar di Asean. Sedangkan untuk obat non-resep pabrikan merek Mixagrip menjadi penguasa pasar di Myanmar.
Melihat respons positif, emiten berkode saham KLBF di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini akan fokus menggarap pasar tersebut. "Peluang (ekspor) bisa membaik di 2018 walaupun masih ada peraturan-peraturan baru yang harus dilalui," ujar Vidjongtius.
Sekadar gambaran, hingga kuartal III-2017 penjualan obat resep Kalbe Farma mencapai Rp 3,26 triliun. Sementara penjualan ekspor tercatat sebesar Rp 830 miliar.
Masih bergantungnya perusahaan farmasi Indonesia terhadap program pemerintah diutarakan Barokah Sri Utami Direktur Utama PT Phapros Tbk. Ia memandang obat generik masih menjadi penopang industri farmasi tahun ini. Hal ini terlihat dari pendapatan Phapros sampai semester III-2017 yang didominasi obat generik, mencapai 50%.
Agar tidak tergantung pada satu pasar, Phapros melakukan pengembangan bisnis di luar negeri seperti di Myanmar. "Entry barrier investasi farmasi di Myanmar tidak terlalu rumit. Ditambah, pemerintah setempat sedang getol menerima investasi asing," terang Emmy.
Sementara, Steven Setiawan Direktur PT Pyridam Farma Tbk juga sepakat, pasar farmasi dan obat-obatan masih belum banyak berubah. "Bisnis farmasi tahun 2018 tidak banyak berbeda dibanding tahun 2017," ujarnya.
Menilik laporan keuangan Pyridam Farma hingga kuartal III-2017, total pendapatan mencapai Rp 168 miliar. Jumlah ini tumbuh 5% dibandingkan pendapatan periode sama tahun lalu, Rp 160 miliar.
Segmen farmasi dan jasa maklon masih mendominasi bisnis Pyridam hingga kuartal III-2017 yakni 98% atau Rp 162 miliar. Lini usaha ini tumbuh 5,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, Rp 153 miliar. Sedangkan ekspor meningkat empat kali lipat. Kuartal III-2016 tercatat Rp 165 juta, sedangkan periode sama 2017 sekitar Rp 701 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News