Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Baru-baru ini Amerika Serikat (AS) dikabarkan menghapus ketentuan tarif impor bagi produk baja dan aluminium Indonesia. Yang sebelumnya dikenakan tarif bea masuk masing-masing 25% dan 10%.
Kementerian Perdagangan (Kemdag) diketahui telah mendapatkan mengungkapkan dua surat resmi dari Bureau of Industry and Security (BIS) AS yang menyatakan produk baja tertentu dari Indonesia mendapat pengecualian selama 1 tahun.
Dari kedua surat yang diterima, salah satunya menyebutkan bahwa pemohon pengecualian impor baja itu menyatakan sangat membutuhkan baja paduan (stainless steel) dengan spesifikasi khusus untuk memproduksi barang. Perusahaan itu meminta kuota impor sebanyak 100 ton.
Akhirnya BIS mengambil keputusan bahwa produk stainless steel yang dibutuhkan tidak diproduksi di AS dalam jumlah yang cukup untuk menemui kualitas yang diinginkan. Serta tidak ditemukan faktor yang dapat mengganggu keamanan nasional jika impor ini diizinkan.
Meski bersifat temporer, Ketua Cluster Flat Product Asosiasi Besi dan Baja Indonesia (IISIA) Purwono Widodo mengapresiasi kebijakan BIS tersebut. "Tentunya kami sambut baik keberhasilan lobi pemerintah khususnya mendag ini," katanya kepada Kontan.co.id, Jumat (31/8).
Ia berharap kebijakan ini bakal mendorong ekspor stainless steel Indonesia. Hanya saja asosiasi berharap pembebasan tidak hanya di satu jenis tersebut. "Untuk carbon steel, produk utama Indonesia yakni HRC dan plat baja masih terkena Anti Dumping Tariff yg mencapai 47%, jadi msh blm bisa ekspor ke AS," keluhnya.
Untuk alternatif, menurut Purwono kedepannya Indonesia bisa mendorong ekspor produk hilirnya terutama pipa baja, sehingga bisa meningkatkan ekspor produk baja tersebut ke AS. Adapun ditengah perang dagang AS dan China ini, industri baja cukup berhati-hati jikalau serbuan produk China membanjiri pasar lokal.
Walaupun volume ekspor baja China ke AS tidak sebesar Jepang, Korea dan negara lainnya, sehingga masih ada kemungkinan pasar domestik China menyerap produk bajanya sendiri. "Yang jadi masalah dengan Indonesia kan masuknya baja paduan China ke Indonedia yang terindikasi Circumvention. Dan ini sudah terjadi sejak 3 tahun lalu," sebut Purwono.
Sementara itu, bagi produsen seperti PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) belum dapat melihat hal ini sebagai peluang untuk mengerek ekspor baja lokal.
"Sebab kelihatannya masih untuk baja stainless saja, jadi rasanya tidak ada benefit signifikan bagi produsen baja nasional yg mayoritas bukan stainless steel secara umum," ungkap Hadi Sutjipto kepada Kontan.co.id, Jumat (31/8).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News