Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk pelumas otomotif akan segera tuntas. Kementerian Perindustrian (Kemperin) menargetkan semester dua ini dapat berlaku.
Direktur Industri Kimia Hilir Kementerian Perindustrian Taufik Bawazier menjelaskan proses pengkajian oleh Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) sudah tuntas. Saat ini draft aturan sudah di Biro Hukum Kemperin. "Aturan ini berlaku satu tahun setelah ditandatangani," kata Taufik kepada KONTAN, Jumat (5/8).
Saat ini, SNI sifatnya sukarela dan akan diwajibkan dengan permenperin sesuai amanat UU No. 3 tahun 2014 tentang Perindustrian untuk memperkuat struktur industri dalam negeri melalui standarisasi. Untuk ruang lingkup SNI hanya untuk pelumas otomotif. Dari catatan KONTAN, ada tujuh SNI pelumas otomotif roda dua dan roda empat.
"Harapannya setahun setelah aturan ini berlaku, maka utilisasi produksi nasional saat ini sebesar 42% menjadi minimal 58%," kata Taufik. Catatan dari Kemperin, kapasitas industri pelumas nasional mencapai 2.040.000 kiloliter per tahun. Namun produksi saat ini hanya 858.360 kilo liter per tahun.
Adapun saat ini lab pengujian fisika dan kimia sudah siap. Sedangkan lab untuk pengujian performa akan siap empat tahun lagi. "Tanpa ada instrumen hukum ini petugas yang berwenang tidak punya dasar hukum menindak oli palsu atau di bawah standar," jelasnya.
Patrick Adhiatmadja, Wakil Ketua Asosiasi Produsen Pelumas Dalam Negeri (Aspelindo) menjelaskan tujuan penerapan SNI ini adalah untuk perlindungan konsumen.
Implementasi juga akan ada masa jeda atau grace period satu tahun agar para produsen dapat menyiapkan diri dengan baik. "Jadi dampaknya secara umum menurut saya akan positif, bagi konsumen maupun produsen untuk meningkatkan kualitas," kata Patrick kepada KOTNAN, Jumat (5/8).
Patrick yang juga Presiden Direktur PT Federal Karyatama mengungkapkan bahwa sebenarnya proses sertifikasi SNI tidak memberatkan. Dari pengalamannya, semua proses-prosesnya tidak berbelit-belit. "Produk kami baik untuk motor maupun mobil sudah bersertifikasi SNI," jelasnya.
Sementara itu Perhimpunan Distributor Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (Perdippi) masih menolak keras aturan ini. Paul Toar, Ketua Umum Perdippi menyatakan, bahwa ekonomi nasional akan sangat dirugikan kalau wacana SNI Wajib Pelumas dijalankan. Kerugiannya yakni konsumen bayar lebih, serta tidak membawa manfaat karena ketentuan SNI sudah masuk dalam Nomor Pelumas Terdaftar (NPT).
"Biaya NPT sebesar 15 juta untuk 5 tahun dan biaya SNI sekitar Rp 500 juta untuk empat tahun," kata Paul kepada KONTAN, Jumat (5/8)
Selain itu diprediksi bnyak pengusaha kecil baik importir maupun Lube Oil Blending Plant (LOBP) lokal akan mati. Serta banyak biaya keluar untuk Lembaga sertifikasi produk (LSPro) usaha internasional. "Ini hanya menguntungkan segelintir kecil perusahaan yang skala usahanya besar karena pesaing berkurang," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News