Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bencana banjir yang merendam sejumlah wilayah di Kalimantan, terutama Kalimantan Selatan (Kalsel) berdampak terhadap pasokan listrik. Banjir di daerah penghasil utama batubara itu membuat ketersediaan setrum sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) merosot.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana membeberkan, batubara menjadi energi primer utama penghasil listrik. Di sistem Jawa-Madura dan Bali (Jamali) misalnya, dari rata-rata beban puncak 25 Gigawatt (GW), batubara berkontribusi terhadap 16 GW atau sekitar 65% kebutuhan listrik saat beban puncak.
Masalahnya, bencana banjir di Kalimantan dan faktor cuaca seperti curah hujan yang sangat tinggi mempengaruhi pasokan batubara pada awal tahun ini. Rida bilang, hambatan terjadi mulai dari hulu pada produksi pertambangan, pengangkutan, pengapalan, hingga saat bongkar muat.
Baca Juga: Begini kata pelaku usaha soal rencana pemerintah ubah tarif royalti batubara dan emas
Dia memberikan gambaran, dalam kondisi normal, pasokan batubara dari Kalimantan bisa tiba di PLTU yang berlokasi di Jawa dalam waktu 4 hari. Saat ini, pengiriman bisa tertunda menjadi 7 hari, bahkan lebih.
"Secara keseluruhan akan memperlambat waktu pasokan batubara, yang biasanya 4 hari, saat ini bisa mundur jadi 7 hari atau lebih dari seminggu. Itu yang membuat stok di PLTU tergerus," terang Rida dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Rabu (27/1).
Oleh sebab itu, kondisi stok batubara pada sejumlah PLTU bergeser dari yang semula normal menjadi siaga, dan ada yang masuk ke kondisi darurat. Terlebih, kondisi batubara yang basah juga berpengaruh terhadap kualitas pembakaran PLTU dalam menghasilkan listrik.
"Dari hulu sampai ke titik pembakaran, semuanya berdampak pada berkurangnya stockpile," sambung Rida.
Akibatnya, kondisi ketersediaan listrik pun menurun. Untuk sistem Jamali, dalam kondisi normal reserve margin yang dimiliki berkisar di angka 30%. Namun per 25 Januari 2021, reserve margin-nya anjlok menjadi sekitar 10%.
Baca Juga: Perubahan tarif royalti batubara dan emas masih dibahas di tingkat pemerintah
Dengan kondisi itu, sistem Jamali yang sebelumnya oversupply, sekarang tak lagi memegang status tersebut. "25 Januari kemarin, itu reserve margin Jamali 10%-11%, itu buat kita normal lah, artinya tidak oversupply," sebut Rida.
Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa terdapat sekitar 12 GW PLTU dengan ketersediaan batubara di bawah 10 hari. Dengan pertimbangan teknis dan keamanan, PLTU akan berhenti saat stok sudah menipis hingga 3-4 hari.
"Nggak akan kita paksakan sampai habis, karena ada faktor teknis dan keamanan. Jadi masih ada ruang 10 hari ke 3 hari untuk menaikkan reserve margin, sudah diidentifikasi," kata Rida.