Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Masuknya sejumlah perusahaan perkebunan sawit ke industri hilir, terutama minyak goreng dikhawatirkan bakal membuat harga minyak goreng di dalam negeri merosot. Untuk itu Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) meminta agar perusahaan yang akan masuk ke bisnis ini untuk menyasar pasar ekspor dibanding pasar dalam negeri.
Joko Supriyono, Sekjen GAPKI mengatakan, saat ini pasokan minyak goreng domestik sudah terpenuhi. “Konsumsi minyak goreng kita hanya sekitar 5 juta ton per tahun, itu cuma 30% total produksi minyak goreng Indonesia. Oleh karena itu 70% kita ekspor semua,” ujarnya.
Tahun ini GAPKI memperkirakan, konsumsi minyak goreng domestik akan naik menjadi 6 juta ton. Kenaikan terjadi terutama karena pertambahan jumlah penduduk.
Tidak hanya minyak goreng, produk hilir minyak sawit mentah (CPO), seperti olein dan biodiesel dalam negeri juga sudah terpenuhi. Joko khawatir jika ada perusahaan hilir CPO baru dan menyasar pasar dalam negeri, akan terjadi kelebihan pasokan.
Kekhawatiran Joko ini seiring langkah ekspansi sejumlah perusahaan, termasuk PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) yang berencana membuat pabrik pengolahan CPO terpadu di Palimanan, Cirebon Jawa Barat. Jika RNI tetap menyasar pasar domestik, maka tidak sehat bagi perkembangan bisnis.
Oleh karena itu dia berharap RNI atau pabrik minyak goreng yang akan berekspansi untuk menyasar pasar ekspor potensial seperti Amerika, Timur Tengah, dan Afrika.
Sebelumnya Direktur Utama RNI, Ismed Hasan Putro mengatakan, RNI akan mulai membangun pabrik pengolahan CPO pada 21 Juni 2013. Pabrik dengan kapasitas pengolahan 300 ton per hari, itu memerlukan investasi Rp 80 milyar. Selain minyak goreng, RNI juga akan memproduksi margarin dan minyak wangi dengan sasaran pasar ritel dalam negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News