kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pebisnis hotel keberatan larangan rapat di hotel


Sabtu, 08 November 2014 / 10:50 WIB
Pebisnis hotel keberatan larangan rapat di hotel
ILUSTRASI. OPINI - Totok Siswantara, Pengkaji Transformasi Teknologi dan Infrastruktur


Reporter: Merlinda Riska, RR Putri Werdiningsih | Editor: Markus Sumartomjon

JAKARTA. Pebisnis hotel yang tergabung dalam Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) berharap pemerintah meninjau rencana melarang instansi pemerintah menyelenggarakan rapat di hotel. Bila rencana ini terlaksana, maka bisa berpotensi menghilangkan 40% sampai 50% pendapatan bisnis hotel.

Wiryanti Sukamdani, Ketua Umum PHRI bilang pada prinsipnya menyetujui niat pemerintah hemat anggaran. Namun bukan dengan melarang pegawai negeri sipil (PNS) rapat di hotel. "Kami menghimbau pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan ini," katanya, Jumat (7/11).

Ia memberi alasan bahwa bisnis hotel dan restoran di Indonesia menjadi penyumbang pendapatan pajak nomor dua untuk negara. Pada 2012, kontribusinya mencapai Rp 50 triliun. Setiap tahunnya, pertumbuhan pendapatan dari sektor ini mencapai 7%. "Kebijakan ini tentu bakal berpengaruh pada okupansi dan pendapatan hotel, serta investor yang akan masuk ke bisnis hotel. Mereka akan berpikir ulang," paparnya.

Wakil Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani menambahkan, pasca diumumkannya kebijakan ini, pengusaha hotel asal daerah sangat resah. Pasalnya, tidak seperti kota besar, di mana ada kantor pemerintahan atau banyak gedung pertemuan di luar hotel yang bisa menampung banyak orang untuk rapat dan konferensi, di daerah justru yang bisa menampung adalah hotel. "Sebesar 60%-70% pemasukan hotel-hotel di daerah berasal dari rapat-rapat pemerintahan. Secara nasional saja, pemasukan hotel dari rapat pemerintahan ini mencapai 40%-50%," papar Hariyadi.

PHRI pun menyarankan, pemerintah merubah pola pikir anggaran dengan pola penghematan. Maksudnya, kinerja dilihat bukan berdasarkan pagu anggaran yang terserap. "Meski anggaran tidak habis, tapi kinerja bagus, harus dikasih apresiasi. Bukan malah dipotong anggaran nya tahun depan," katanya.

Supaya adil, ia memberi saran supaya pemerintah sebaiknya mengurangi jumlah rapat instansi pemerintah ketimbang melarang rapat di hotel.

Hariyadi yang juga Direktur Utama PT Sahid Jaya International Tbk (SHID), pemilik hotel Sahid Jaya, menyatakan, sampai akhir tahun ini belum ada pembatalan rapat di hotelnya terkait hal ini. Namun, jika kebijakan ini tetap dilakukan, maka dampaknya akan terasa tahun depan. "Sampai akhir tahun belum ada pembatalan. Di Sahid sendiri, yang mendominasi okupansi meeting, konferensi, exhibition itu adalah pemerintahan," imbuh Hariyadi.

Dia bilang, di laporan keuangan pendapatan dari rapat pemerintahan dicatat dalam pos pendapatan makanan dan minuman. Berdasar laporan keuangan kuartal III-2014 SHID, pos ini berkontribusi sebesar 39,78% atau Rp 55,645 miliar dari total pendapatan sebesar Rp139,882 miliar

Guido Andriano,  General Manager Corporate Sales and Marketing PT Grahawita Santika masih tetap optimitis bisa mengimbangi penurunan pendapatan dari efek kebijakan tersebut. Seperti mengoptimalkan pendapatan kamar serta memanfaatkan ruang rapat untuk kegiatan tertentu seperti pesta Tahun Baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×