kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pebisnis nugget dan sosis ekspansif


Kamis, 31 Januari 2013 / 08:09 WIB
Pebisnis nugget dan sosis ekspansif
ILUSTRASI. Cara download video YouTube gratis tanpa aplikasi dengan banyak pilihan resolusi. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration


Reporter: Sandy Baskoro, Fitri Nur Arifenie | Editor: Sandy Baskoro

JAKARTA. Pelaku industri makanan olahan semakin ekspansif. Sedikitnya lima pabrik makanan olahan berbasis daging ayam siap beroperasi pada
tahun ini.

Kelima pabrik itu dirancang berkapasitas total 4.500 kilogram per jam. Perinciannya, dua pabrik masing-masing berkapasitas 1.000 kg hingga 1.500 kg per jam. Sedangkan tiga pabrik lainnya, masing-masing berkapasitas 500 per kg per jam.

Dua pabrik yang siap beroperasi tahun ini adalah milik PT Malindo Feedmil Tbk dan PT Sierad Produce Tbk. "Sedangkan tiga pabrik lagi berada di Jabodetabek, seperti milik Raja Food. Ada pula yang sebelumnya pengelola RPA (Rumah Potong Ayam) beralih ke industri pengolahan," kata Ishana Mahisa, Ketua Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia atau National Meat Processor Association (Nampa), kepada KONTAN, Rabu (30/1).

Malindo Feedmill membangun pabrik pada 2011 dengan nilai investasi Rp 110 miliar. Pabrik makanan olahan berupa nugget dan sosis ini berlokasi di Cikarang, Bekasi, dan segera beroperasi tahun ini. "Produksi tahap awal masih kecil. Adapun total kapasitasnya mencapai 9.000 ton," ungkap Rudy Hartono, Sekretaris Perusahaan Malindo.

Mengusung merek Sunny Gold, Malindo Feedmill siap memasarkan produknya pada kuartal II tahun ini. Manajemen Malindo tak mencemaskan pasokan bahan baku. Sebab, emiten di Bursa Efek Indonesia berkode saham MAIN ini akan membangun lima peternakan ayam baru.

Tak mau ketinggalan, Sierad juga menggenjot bisnis makanan olahan, seusai mengakuisisi PT Belfoods Indonesia pada tahun lalu. Emiten berkode saham SIPD ini sedang menambah kapasitas produksi makanan olahan dari 600 ton per bulan menjadi 2.000 ton per bulan.

"Kami menargetkan kontribusi bisnis makanan olahan 15%-20% terhadap total pendapatan 2013," ungkap Wakil Direktur Utama Sierad, Eko Putro Sandjojo, kemarin. Di tahun lalu, bisnis makanan olahan menyumbang 10% total pendapatan Sierad yang mencapai Rp 4,5 triliun.

Selain Malindo dan Sierad, perusahaan lain yang berencana membangun pabrik makanan olahan berbasis ayam adalah PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. "Ini bukti bahwa industri olahan ayam terus bertumbuh," kata Ishana.

Industri makanan olahan daging ayam tahun ini lebih berprospek ketimbang industri olahan daging sapi. Industri ini sulit tumbuh karena pasokan bahan baku sulit dan harganya berfluktuasi. Adapun bahan baku daging ayam mudah didapat dengan harga stabil. "Pengusaha akan berinvestasi jika pasokan bahan baku continue," tutur Ishana.

Dus, industri makanan olahan ayam berpotensi tumbuh hingga 18%. Secara total, industri makanan olahan ayam dan sapi pada 2013 ditaksir naik 8,12% year-on-year. "Tahun lalu konsumsi makanan olahan ayam dan daging sapi seberat 185.000 ton. Pada tahun ini konsumsinya bisa naik menjadi 200.000 ton," prediksi Ishana. Pertumbuhan konsumsi ini karena perubahan gaya hidup masyarakat yang lebih menyukai makanan siap saji.

Di tahun ini, Nampa mendapatkan jatah impor daging di 2013 seberat 14.500 ton. Sedangkan kebutuhan daging sapi anggota Nampa mencapai 18.000 hingga 19.000 ton. Untuk menutupi kebutuhan itu, Nampa tentu akan menyerap daging lokal. "Sekitar 10%-15% kebutuhan diserap dari lokal," kata Ishana.

Namun persoalannya, harga daging sapi lokal lebih mahal daripada daging sapi impor. Harga daging sapi lokal berkisar Rp 60.000 per kg, sedangkan harga daging sapi impor di rentang Rp 49.000 hingga Rp 52.000 per kg.

Dengan mahalnya harga daging sapi lokal, Nampa cemas, Indonesia bakal kebanjiran makanan olahan impor, khususnya dari Malaysia dan Thailand. Dua negara itu mendapat harga bahan baku cukup murah. Malaysia dan Thailand membeli daging sapi US$ 2 per kg, sedangkan Indonesia di harga US$ 6 per kg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×