Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
Umumnya pergerakan harga minyak mentah akan turut mempengaruhi keputusan pelaku industri petrokimia yang mengandalkan transaksi nonkontrak (spot pricing) dalam membeli bahan baku. Namun demikian, sejauh ini Fajar mengaku belum menerima laporan rencana ‘aksi borong’ bahan baku dari anggota asosiasi yang mengandalkan skema pembelian bahan baku nonkontrak.
“Biasanya kalau lagi turun sih pada enggak berani, semuanya nahan semua, kalau sudah mulai mendekati bottom baru mulai pada berani, ini masih belum bottom nih,” kata Fajar kepada Kontan.co.id (10/3).
Perlu diketahui, pelaku industri petrokimia yang mengandalkan skema spot pricing hanya berjumlah sekitar 20% dari total anggota asosiasi. Sementara itu, sebanyak 80% anggota sisanya mengandalkan skema kontrak dalam pembelian bahan baku.
Biasanya, volume bahan baku yang diperjualbelikan kepada pelaku industri petrokimia sudah diatur sehingga memiliki besaran yang tetap untuk jangka waktu enam bulan. Sementara, harga pembelian bahan baku ditetapkan berdasarkan formula yang ada dengan mengikuti harga minyak mentah yang ada di pasar.
Baca Juga: Ini alasan utama di balik langkah Arab Saudi deklarasikan perang harga minyak
Hingga tutup tahun nanti, Fajar memperkirakan pertumbuhan industri petrokimia tidak akan melebihi 5%. Hal ini dipengaruhi oleh sejumlah hal, termasuk di antaranya pergerakan harga minyak mentah. Pasalnya, penurunan harga minyak mentah juga bisa diikuti oleh penurunan harga pasar produk-produk petrokimia.
Selain itu, pelaku industri petrokimia juga masih menghadapi sejumlah tantangan lainnya seperti misalnya wabah virus corona (covid-19) dan regulasi-regulasi tertentu yang dinilai menyulitkan industri petrokimia di sektor hilir. “Contohnya masalah pelarangan plastik, kemudian cukai plastik, cukai plastik ini juga kan membebankan juga kan, terus wacana cukai plastik akan melebar,” jelas Fajar (10/3).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News