kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pelaku industri petrokimia terus pantau perkembangan harga minyak mentah


Selasa, 10 Maret 2020 / 16:56 WIB
Pelaku industri petrokimia terus pantau perkembangan harga minyak mentah
ILUSTRASI. Pelaku industri petrokimia terus pantau perkembangan harga minyak mentah. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/Asf/ama/14.


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku industri petrokimia terus memantau perkembangan harga minyak mentah. 

Sekertaris Jenderal Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan pergerakan harga yang ada akan mempengaruhi tindakan-tindakan bisnis pelaku industri petrokimia selanjutnya, termasuk dalam melakukan pembelian bahan baku bagi pelaku yang mengandalkan skema spot pricing.

Baca Juga: Bumi Resources (BUMI) bidik kenaikan produksi batubara sebesar 5% tahun ini

Seperti diketahui, harga minyak mentah dunia terus menunjukkan tren penurunan hingga Senin (9/3) lalu. Harga minyak mentah tercatat bertengger di level US$ 34,36 per barel berdasarkan harga minyak mentah berjangka Brent, dan di level US$ 31,13 per barel berdasarkan West Texas Intermediate (WTI). Harga ini digadang-gadang sebagai level terendah sejak 12 Februari 2016 lalu. 

Sedikit informasi, pergerakan harga minyak harga minyak mentah memang turut mempengaruhi harga bahan baku industri petrokimia. Untuk bahan baku nafta saja misalnya, memiliki pergerakan yang linier dengan pergerakan harga minyak mentah.

Semisal harga minyak mentah mengalami penurunan sebesar 30%, maka harga nafta akan cenderung ikut turun dengan besaran persentase yang sama.Adapun bahan baku sendiri memiliki porsi kontribusi sebesar 70%-80% dalam biaya produksi industri petrokimia.

Asal tahu saat ini minyak mentah dan nafta merupakan dua contoh bahan baku yang paling dominan digunakan dalam industri petrokimia. sebanyak 80% dari kebutuhan bahan-bahan baku tersebut dipasok dari negara-negara di wilayah timur tengah. Sementara sekitar 20% sisanya dipasok dari Amerika Serikat dan Amerika Latin.

Baca Juga: China mulai pulih, harga komoditas logam industri meroket

Umumnya pergerakan harga minyak mentah akan turut mempengaruhi keputusan pelaku industri petrokimia yang mengandalkan transaksi nonkontrak (spot pricing) dalam membeli bahan baku. Namun demikian, sejauh ini Fajar mengaku belum menerima laporan rencana ‘aksi borong’ bahan baku dari anggota asosiasi yang mengandalkan skema pembelian bahan baku nonkontrak.

“Biasanya kalau lagi turun sih pada enggak berani, semuanya nahan semua, kalau sudah mulai mendekati bottom  baru mulai pada berani, ini masih belum bottom nih,” kata Fajar kepada Kontan.co.id (10/3).

Perlu diketahui, pelaku industri petrokimia yang mengandalkan skema spot pricing hanya berjumlah sekitar 20% dari total anggota asosiasi. Sementara itu, sebanyak 80% anggota sisanya mengandalkan skema kontrak dalam pembelian bahan baku.

Biasanya, volume bahan baku yang diperjualbelikan kepada pelaku industri petrokimia sudah diatur sehingga memiliki besaran yang tetap untuk jangka waktu enam bulan. Sementara, harga pembelian bahan baku ditetapkan berdasarkan formula yang ada dengan mengikuti harga minyak mentah yang ada di pasar. 

Baca Juga: Ini alasan utama di balik langkah Arab Saudi deklarasikan perang harga minyak

Hingga tutup tahun nanti, Fajar memperkirakan pertumbuhan industri petrokimia tidak akan melebihi 5%. Hal ini dipengaruhi oleh sejumlah hal, termasuk di antaranya pergerakan harga minyak mentah. Pasalnya, penurunan harga minyak mentah juga bisa diikuti oleh penurunan harga pasar produk-produk petrokimia.

Selain itu, pelaku industri petrokimia juga masih menghadapi sejumlah tantangan lainnya seperti misalnya wabah virus corona (covid-19) dan regulasi-regulasi tertentu yang dinilai menyulitkan industri petrokimia di sektor hilir. “Contohnya masalah pelarangan plastik, kemudian cukai plastik, cukai plastik ini juga kan membebankan juga kan, terus wacana cukai plastik akan melebar,” jelas Fajar (10/3).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×