Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
"Melesetnya target bauran EBT tak lepas dari masalah tarif ini, Permen ESDM No 50/2017 menjadi pukulan telak bagi bankability proyek," terang Rizal kepada Kontan.co.id, Minggu (29/12).
Ia mengharapkan, kehadiran Perpres soal FIT nantinya dapat mendorong pihak Independent Power Producer (IPP) untuk berinvestasi pada sektor EBT.
Baca Juga: Rukun Raharja (RAJA) Rambah Bisnis EBT
Kendati langkah penerapan FIT pada jenis pembangkit EBT merupakan langkah yang positif, Rizal berpendapat masih ada sejumlah kendala yang kerap dihadapi pelaku usaha dalam upaya pengembangan EBT.
Ia menyebutkan, regulasi yang tumpang tindih dan faktor sulitnya memperoleh izin pada tingkat daerah masih jadi penghambat penggerak EBT.
Asal tahu saja, hingga saat ini implementasi EBT tanah air baru mencapai 12% sementara pada 2025 nanti pemerintah menargetkan bauran EBT dapat mencapai angka 23%.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa bilang insentif seperti FIT dibutuhkan mengingat skala pasar EBT yang masih tergolong kecil.
Baca Juga: Ini tanggapan pengamat dan asosiasi atas ditunjuknya Zulkifli Zaini sebagai Dirut PLN
"FIT diperlukan khususnya untuk EBT skala kecil sebab memberikan tarif yang tetap selama masa kontrak dan tidak perlu negosiasi harga (lagi) antara pengembang dan PLN," kata Fabby ketika dihubungi Kontan.co.id, Minggu (29/12).
Fabby melanjutkan, penetapan tarif yang menarik dapat mendorong investasi. Dalam artian, tarif harus memberikan tingkat pengembalian investasi yang ideal. "Idealnya pada kisaran 12% hingga 15%," jelas Fabby.
Ia menjelaskan, selain langkah penerapan FIT pada pembangkit EBT, pemerintah perlu melakukan komunikasi mengenai kebijakan yang diambil kepada para investor secara khusus soal waktu pelaksanaan kebijakan dan prosesnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News