Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Upaya pemerintah mengekspor susu sapi cair asal Indonesia mendapat respon positif dari para peternak sapi perah. Pasalnya, potensi pasar ekspor susu sapi perah khususnya di ASEAN masih sangat besar. Sebab rata-rata negara di kawasan ASEAN tidak memiliki sentra produsen sapi perah.
Itu sebabnya, Indonesia berpotensi merebut pasar susu sapi cair tersebut. Kendati demikian, peluang itu hanya dapat diraih jika pemerintah dapat mewajibkan industri pengolah susu (IPS) menyerap susu lokal sebagai syarat impor bahan baku susu
Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kemtan), total kebutuhan untuk konsumsi susu sapi nasional pada tahun 2015 sebesar 3.838.215 ton per tahun atau 15 liter per kapita per tahun. Produksi lokal berupa susu segar baru mencapai 22 % dari kebutuhan, dan kekurangannya 78% masih harus dipenuhi dari impor yakni 3.003.115 ton dalam bentuk produk olahan susu.
Rendahnya kontribusi susu lokal untuk memenuhi kebutuhan susu nasional disebabkan tidak adanya kewajiban bagi IPS untuk menyerap susu lokal.
Ketua Umum Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI), Agus Warsito mengatakan, sebenarnya potensi ekspor susu sapi lokal sangat besar. Karena itu, APSPI sebenarnya sangat mendukung langkah pemerintah yang segera mendorong IPS dalam negeri untuk mengekspor hasil olahan mereka ketimbang hanya mengandalkan pasar dalam negeri.
"Potensi ekspor sangat terbuka, sebab di beberapa negara ASEAN banyak yang tidak punya sentra-sentra peternakan sapi perah yang menghasilkan produksi susu segar," ujar Agus, akhir pekan kemarin.
Namun, ia mengatakan, peluang pasar ekspor itu tidak bisa dinikmati oleh peternak sapi perah lokal. Sebab selama ini, IPS memenuhi kebutuhan bahan baku susunya justru dari impor susu mencapai hampir 80% per tahun. Selain itu, ia juga merasa pesimistis, ekspor susu segar ini dapat mendongkrak harga susu segar dari peternak yang saat ini terkapar di kisaran Rp 4.500 - Rp 5000 per liter dari harga ideal Rp 6.500 - Rp7.000 pe rliter.
"Selama tidak ada kewajiban bagi IPS untuk menyerap SSDN (susu segar dalam negeri) dengan batasan minimal dari kapasitas produksinya," terangnya.
Menurut Agus, saat ini IPS tidak memiliki kewajiban sama sekali untuk menggunakan bahan baku susu segar lokal. Artinya untuk memenuhi kebutuhan produksinya, pabrikan dengan bebas dapat menggunakan 100% susu bubuk dari impor. Dengan demikian, peluang pasar ekspor susu segar itu hanya dinikmati industri saja, sementara bisnis peternak sapi perah semakin sulit berkembang karena tidak difasilitasi pemerintah.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehantan Hewan Kemtan I.Ketut Diarmita mengatakan pihaknya tengah menyusun regulasi yang nantinya mewajibkan IPS menyerap susu lokal sebagai syarat impor. Dengan demikian maka peternak sapi perah lokal juga turut mendapatkan keuntungan dari peluang ekspor susu sapi murni ke mancanegara.
Untuk ekspor tahap pertama, Kemtan tengah melakukan komunikasi dengan pihak pemerintah Myanmar yang tertarik mengimpor susu dari Indonesia. Diarmita bilang, untuk tahap pertama PT So Good Food (SGF) telah siap mengekspor susu segar ke Myanmar. Nantinya ekspor susu segar ini akan ditangani oleh SGF Boyolali Value Added Meat yang sudah beroperasi sejak Januari 2015.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News