Reporter: Anastasia Lilin Y, Umar Idris, Mimi Silvia | Editor: Imanuel Alexander
Jakarta. Hingga pukul 16.00 WIB, Kamis, 3 Oktober 2013, dalam sehari Kota Medan, Sumatra Utara (Sumut), sudah mengalami pemadaman listrik oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) hingga tiga kali. “Sekali padam lamanya bisa sampai empat jam,” keluh Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumatra Utara Johan Brien.
Keluhan pemadaman listrik tak cuma meluncur dari penduduk Medan, tapi merata di Tanah Batak. Tengok saja ocehan para pengguna jejaring sosial di Twitter, misalnya. Coba ketik di bagian kolom pencari informasi kata kunci “#PLNMedan”. Anda akan menemukan aneka lontaran kekecewaan terhadap perusahaan setrum tersebut.
Ada lontaran lugas-pedas, banyak pula kicauan bernada satire. Keluhan teranyar pada 3 Oktober 2013 hingga pukul 18.00 WIB, berbunyi; Malam ni dunia terasa bgto gelap seiring listrik dpadamkan. Taukah ap yg sy rskn #PLNmedan.
Keluhan seperti ini bukan baru terjadi seminggu atau dua minggu terakhir. Catatan di timeline Twitter menunjukkan, keluhan tertua sudah ada sejak Februari 2013. Namun, besar kemungkinan, sebelumnya juga ada keluhan soal listrik. Anda, pengguna Twitter, tentu paham bahwa jejaring sosial ini membatasi kicauan yang terekam hingga batas waktu tertentu.
Berbagai seruan kepada pemerintah dan PLN atas krisis listrik di Sumut sudah dilakukan masyarakat setempat. Namun, hingga kini, biarpet listrik masih tak terhindarkan. Proses menggalang kekuatan untuk menuntut pemberesan kondisi ini sudah muncul dari berbagai lapisan masyarakat.
Tujuh warga Medan sudah mengajukan gugatan warga (citizen lawsuit) ke Pengadilan Negeri Medan, Juli lalu. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi salah satu tergugat.
Kelompok masyarakat lain, Kamis pekan lalu juga menggelar unjuk rasa di depan Kantor PLN di Jalan Kol Yos Sudarso, Medan. Massa yang berunjuk rasa terdiri dari buruh, mahasiswa, dan masyarakat.
Ketika artikel ini naik cetak Jumat, 4 Oktober 2013, giliran pelaku industri akan melancarkan aksi “Sejuta Tanda Tangan” di Lapangan Merdeka, Kota Medan, pada Sabtu 5 Oktober 2013. Mereka yang tergabung dalam aksi ini antara lain Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Asosiasi Perusahaan Pemakai Gas (Apigas), dan sejumlah serikat pekerja. “Ini aksi serentak. Kami siapkan poster besar bertuliskan SOS , singkatan dari Save Our Sumut,” ujar Johan Brien, yang juga menjabat sebagai Ketua Apigas.
Akibat pemadaman yang terlalu sering terjadi ini, perusahaan-perusahaan berbrankas gendut terpaksa menggunakan diesel sebagai alternatif sumber listrik. Perusahaan berdana pas-pasan, apa boleh buat, cuma bisa menunggu “mukjizat” listrik enggak biarpet lagi.
Proyek molor hingga empat tahun
Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mencatat, tahun ini keluhan terbanyak atas layanan PLN memang berasal dari provinsi yang memiliki semboyan Marsipature hutana be yang berarti berlomba lomba membangun daerah, tersebut.
Menanggapi keluhan krisis listrik di Sumut, Nur Pamudji, Direktur Utama PLN, membeberkan pertumbuhan konsumsi listrik di luar Jawa, terutama di Sumatra yang memang tinggi. Pertumbuhan konsumsi listrik di Jawa 7%–8% per tahun, pertumbuhan di Sumatra sampai 15%–20% per tahun.
Khusus Sumut, pertumbuhan peningkatan beban puncak mencapai 14% dan pertumbuhan konsumsi energi 17%. Ketersediaan listrik di Sumut per hari cuma 1.400 megawatt (MW) tapi kebutuhan mencapai 1.650 MW. Ini belum termasuk permintaan tambah daya sebesar 500 MW. Pamuji membandingkan statistik itu dengan pertumbuhan konsumsi energi di Malaysia dan Amerika Serikat (AS) yang masing-masing hanya 3,5% dan 1%.
PLN sebenarnya sudah paham bahwa satu-satunya upaya mengatasi kekurangan energi nasional adalah membangun pembangkit baru. Sayang proyek pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap I yang digagas Jusuf Kala saat menjabat sebagai Wakil Presiden, hingga kini, tak kunjung rampung. Padahal selain proyek tersebut pemerintah siap melanjutkan dengan proyek 10.000 MW tahap II.
Proyek 10.000 MW tahap I yang dimulai sejak 2006 semula punya tenggat waktu pengerjaan hingga 2010. Ada dua proyek yang semestinya sudah bisa menyuplai setrum untuk Sumut, yakni PLTU Nagan Raya yang berkapasitas daya 2x110 MW di Meulaboh, Aceh, dan PLTU Pangkalan Susu berkapasitas daya 2 x 200 MW. Sayang, dua proyek itu terkatung-katung.
Celakanya, ketika proyek pembangkit baru tersebut belum bisa diharapkan, pembangkit listrik lama malah sedang diperbaiki. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman bilang, hal ini menambah parah krisis listrik di provinsi tersebut.
Pemerintah berkilah, penyebab proyek 10.000 MW molor karena performa kontraktor swasta yang tak oke dan kendala pembebasan lahan. “Tak mudah membebaskan lahan karena ada yang minta harga lebih,”
ungkap Jarman.
Namun, informasi di lapangan menyebutkan, pembebasan lahan di Sumut yang alot antara lain justru datang karena ada oknum pemerintah daerah setempat meminta pungutan liar.
Krisis listrik di Sumut, menurut Tulus, tak lepas dari kebijakan Dahlan Iskan sewaktu menjadi Direktur Utama (Dirut) PLN. Saat menjadi pucuk pimpinan PLN, guna mengatasi kekurangan pasokan setrum Dahlan memilih mengeluarkan kebijakan penyewaan diesel, bukan menggenjot pembangunan pembangkit listrik baru.
Memang, dengan kebijakan tersebut, seketika masalah listrik menghilang. “Jurus itu mengantarkan dia sebagai pahlawan kala itu,” ujar Tulus.
Namun strategi pragmatis tersebut cuma menjawab permasalahan krisis energi jangka pendek, tidak secara jangka panjang. Buktinya, ya, krisis setrum di Medan saat ini.
Malah, ada dampak lain yang harus ditanggung negara atas kebijakan tersebut. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akhir tahun lalu menyuguhkan data potensi kerugian negara sebesar Rp 37,6 triliun di PLN sepanjang 2009–2010. Sekadar catatan, Dahlan menjabat Dirut PLN sejak 23 Desember 2009 hingga 19 Oktober 2011.
Kembali ke proyek pembangkit 10.000 MW, meski sudah molor dari tenggat, pemerintah tetap optimistis bisa segera menuntaskan sisa proyek nasional 10.000 MW tahap I dalam setahun kedepan. Jika dihitung sejak deadline pertama, pemerintah berjanji waktu molor maksimal empat tahun. “Hingga akhir 2013 nanti kami pasang target bisa selesai 80% dan tahun 2014 selesai semua,” ujar Bambang Dwi, juru bicara PLN.
Pemerintah mengklaim, hingga Oktober ini proyek pembangkit listrik 10.000 MW tahap I sudah rampung sekitar 60%. Pembangkit yang sudah bisa menyuplai daya antara lain PLTU Pacitan. Sementara beberapa pembangkit lain sudah masuk proses percobaan, termasuk PLTU Pelabuhan Ratu (3 x 350 MW) dan PLTU Lampung (2 x 100 MW).
Bagaimana pun Tulus berpendapat molornya proyek 10.000 MW tahap I merupakan bukti pemerintah tak memiliki kebijakan energi menyeluruh. “Masalah ketersediaan listrik ini tanggungjawab negara. Ini masalah serius,” tandas Tulus.
Awas, kalau krisis listrik di Sumut tak diatasi, krisis setrum bisa saja merembet secara nasional ketika setrum kebutuhan semakin meningkat.
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 2 - XVIII, 2013 Laporan Utama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News