Reporter: Noverius Laoli | Editor: Edy Can
JAKARTA. Peredaran piranti lunak atawa software bajakan di Indonesia semakin marak. Data lembaga riset IDC Analyze The Future menyebutkan, persentase penggunaan software bajakan di tahun 2010 mencapai 85% dari total komputer pribadi, termasuk laptop dan smartphone yang beredar di Indonesia. Persentase pembajakan itu meningkat 2% dibanding tahun 2007 yang sebesar 84%. Adapun nilai kerugian tahun 2010 akibat pembajakan, menurut IDC, mencapai US$ 886 juta.
Ketua Asosiasi Piranti Lunak Indonesia (ASPILUKI) Djarot Subiantoro, mengatakan, maraknya pembajakan piranti lunak dipicu sikap pemerintah yang kurang tegas dalam menegakkan hukum di bidang Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Selain itu, seiring perkembangan teknologi yang makin canggih, semakin banyak pula orang yang bisa membobol piranti lunak meskipun sudah dilengkapi dengan kata sandi (password) dan registrasi. "Saat ini sudah sulit mencegah aksi para pembajak," kata Djarot (29/4).
Tidak bisa dipungkiri, pembajakan tersebut merugikan ekonomi Indonesia. Soalnya, menurut Djarot, akibat maraknya pembajakan HKI, banyak investor mulai kehilangan kepercayaan terhadap Indonesia. Tidak hanya mempengaruhi industri pembuatan software, pembajakan juga menggerus pendapatan distributor lokal dan penyedia jasa yang seharusnya membuka lapangan kerja dan menjadi pemasukan pajak negara.
Kalaupun ada pengusaha software yang tetap menjalankan bisnis di Indonesia, kini mereka lebih mengandalkan keuntungan di luar penjualan piranti lunak asli yang mereka miliki. Maka, "Para pengusaha perlu kreatif meningkatkan model bisnis mereka supaya tidak terus merugi akibat pembajakan ini," imbuhnya.
Aktivitas ekonomi senilai US$ 2,43 miliar
Berdasarkan data Business Software Alliance (BSA) dan IDC, jika penurunan tingkat pembajakan software PC di Indonesia sebanyak 10 poin selama empat tahun, maka itu akan menghasilkan aktivitas ekonomi baru senilai US$ 2,43 miliar, lalu 1.884 pekerjaan IT baru, dan tambahan pendapatan pajak US$ 124 juta.
Selain itu, penurunan pembajakan software sebanyak 10 poin di dua tahun pertama akan melipatgandakan keuntungan ekonomi sekurang-kurangnya 30%. Ini setara dengan aktivitas ekonomi baru senilai US$ 3,18 miliar dan US$ 162 juta tambahan pendapatan pajak.Temuan tersebut, menurut Djarot, menunjukkan perlunya langkah serius dari pemerintah untuk mengurangi pembajakan software di Indonesia.
Kepala Seksi Pertimbangan Hukum dan Litigasi Hak Cipta Direktoral Jenderal Hak kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) Agung Damar Sasongko mengatakan, selama ini pemerintah telah berupaya menurunkan tingkat pembajakan software. "Mengatasi pembajakan dan menegakkan HKI merupakan salah satu prioritas utama Ditjen HKI," ujar Agung.
Meski begitu, imbuhnya, memberantas pembajakan bukan perkara mudah. Menurutnya, cukup banyak kendala yang ditemui pemerintah di lapangan. Salah satunya adalah proses penyelidikan yang memakan waktu cukup lama. "Bisa memakan waktu sampai sembilan bulan untuk menyelidik apakah produk inovasi itu benar-benar original atau tidak, sementara banyak produk-produk piranti lunak terbaru yang bermunculan dengan cepatnya," papar Agung. Namun menurutnya, pemerintah tetap akan fokus mengatasi masalah ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News