kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pembentukan buffer stock rotan butuh Rp 128 miliar


Kamis, 29 September 2011 / 18:31 WIB
Pembentukan buffer stock rotan butuh Rp 128 miliar
ILUSTRASI. 4 Tips ini bisa buat fresh graduate cepat mendapatkan pekerjaan.


Reporter: Dani Prasetya |

JAKARTA. Kementerian Perindustrian masih bersikeras pada prinsip pelarangan ekspor rotan mentah untuk melindungi industri pengolahan dalam negeri. Oleh karena itu, kementerian itu merumuskan desain pembentukan badan penyangga untuk menyerap rotan hasil produksi dalam negeri yang selama ini diekspor. Badan penyangga itu diperkirakan membutuhkan dana sekitar Rp 128 miliar.

Perhitungan kebutuhan dana itu bermula dari jumlah alokasi ekspor rotan yang selama ini terealisasi. Sekitar 85% atau setara dengan 140.000 ton produksi rotan dunia berasal dari Indonesia. Dari total produksi rotan dalam negeri itu, sekitar 32.000 ton diekspor ke berbagai negara seperti China.

Dirjen Pengembangan Pewilayahan Industri Kementerian Perindustrian Dedi Mulyadi menuturkan, badan penyangga itu yang akan berperan menyerap 32.000 ton rotan ekspor agar daerah penghasil komoditi tersebut tidak dirugikan akibat kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah.

Dengan asumsi setiap tahunnya badan penyangga harus menyerap sebanyak 32.000 ton rotan asalan dengan harga Rp 4.000 per kilogram (harga rotan asalan/mentah) maka kira-kira dibutuhkan dana sekitar Rp 128 miliar untuk mengembangkan rencana itu. Dana itu akan terus bergulir untuk menyerap rotan asalan setiap tahunnya.

Pemberdayaan BUMD dan swasta

Untuk pengelola badan penyangga, lanjut Dedi, bisa memberdayakan badan usaha milik negara/daerah (BUMN/BUMD). Bahkan, pihak swasta pun diperkirakan akan berminat berinvestasi menggarap kelembagaan itu. "Dana awal kita usahakan dari swasta atau pihak manapun yang berminat," ujarnya, Kamis (29/9).

Oleh badan penyangga itu, nantinya, rotan asalan yang terserap akan diolah menjadi bahan setengah jadi yang bernilai tambah. Misalnya menjadi rotan irit yang bernilai Rp 17.000 per kilogram dan rotan poles seharga Rp 12.000 per kilogram. Dengan adanya pengolahan rotan asalan, badan penyangga berpotensi mendapatkan tambahan dana dari nilai tambah produk itu untuk menyerap lebih banyak rotan asalan. "Karena kita juga nantinya berencana menyerap rotan untuk kebutuhan dalam negeri juga," ucapnya.

Konsep badan penyangga itu, jelas Dedi, sebagai pengatur rantai suplai rotan dalam negeri. Kelembagaan itu akan memberdayakan penghasil rotan agar bisa memberikan nilai tambah pada hasil produksinya. Badan penyangga itu rencananya akan ditempatkan di daerah penghasil rotan terbesar di Indonesia seperti Palu Sulawesi Tengah, Pidie Aceh, Kendari Sulawesi Tenggara dan Katingen Kalimantan Tengah.

Keempat wilayah ini diagendakan menjadi proyek perdana pelaksanaan badan penyangga. Nantinya, rotan hasil produksi daerah tersebut akan diolah menjadi bahan setengah jadi. Setelah itu, Cirebon yang menjadi badan penyangga pusat akan menjadi pusat produksi akhir. "Nanti kita arahkan Cirebon jadi pusat marketingnya saja. Secara bertahap badan penyangga pun akan diperluas ke daerah lainnya," tutur Dedi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×